Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Nilai Kepahlawanan, Lain Dulu, Lain Sekarang

Diperbarui: 9 Agustus 2016   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eko Yuli Irawan, atlet angket besi, peraih medali erak olimpiade Rio 2016, salah satu pahlawan bangsa Indonesia masa kini. (Foto: www.indoberita.com/)

Bagi bangsa Indonesia, bulan Agustus adalah bulan yang bersejarah karena pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan dan menjadi bangsa yang berdaulat. Di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta Ir. Soekarno didampingi oleh Drs. Muhammad Hatta membaca teks naskah proklamasi kemerdekaan RI.

Pekik merdeka...!!! merdeka....!!! menggema di berbagai penjuru negeri. Para pejuang kemerdekaan dan bangsa Indonesia RI tentunya merayakan kemerdekaan dengan penuh suka cita. Begitu banyak pengorbanan yang sudah dikorbankan untuk meraih kemerdekaan. Berjuang dengan penuh keterbatasan, secara logika bambu runcing mustahil mengalahkan tank baja, tetapi dengan perjuangan yang sungguh-sungguh dan Allah SWT, maka kemerdekaan pun dapat diraih.

Bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada para pahlawan yang telah benar-benar berjuang tanpa pamrih, mengorbankan tenaga, harta, dan jiwa raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Mereka tidak menuntut jabatan atau merasa sebagai pihak yang paling berjasa. Kemerdekaan dicapai secara gotong royong semua elemen pejuang kemerdekaan.

Pasca kemerdekaan RI, Belanda masih berupaya untuk kembali menguasai RI. Para pejuang pun kembali mengangkat senjata. Oleh karena itu, muncul perlawanan 10 November 1945 di Surabaya dimana sosok Bung Tomo membakar semangat para pejuang dengan semboyan merdeka atau mati. Lalu muncul agresi militer Belanda I tahun 1947 dan agresi militer Belanda II tahun 1948.

Pada masa kemerdekaan, yang disebut pahlawan adalah orang yang pernah mengangkat senjata mengusir penjajah dari tanah Indonesia, tetapi kondisi saat kepahlawanan dapat dimaknai berbeda. Untuk menjadi pahlawan, tidak harus selalu mengangkat senjata. Semua anak bangsa dapat menjadi pahlawan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Seorang ayah adalah pahlawan bagi keluarga karena bekerja keras mencari nafkah, ibu adalah pahlawan karena mengurus rumah tangga dan mengurus anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Anak yang berbakti kepada orang tua adalah pahlawan sekaligus kebanggan orang tua. 

Guru adalah pahlawan bagi murid-muridnya, pekerja sosial adalah pahlawan bagi masyarakat yang dibantunya, polisi adalah pahlawan dalam menjaga keamanan dan ketertiban, TNI adalah pahlawan dalam menjaga kedaulatan NKRI dari ancaman negara asing, olah ragawan yang mendapatkan medali pada ajang olimpiade adalah pahlawan, bahkan pekerja kebersihan pun adalah pahlawan.

Tahun 2016 memasuki kemerdekaan RI yang ke-71. Momen tersebut sangat bagus sebagai sarana bagi semua bangsa Indonesia untuk melakukan refleksi terhadap perannya dalam mengisi kemerdekaan RI. Apa yang telah dilakukannya sebagai bentuk kontribusinya dalam membangun bangsa? John F. Kennedy, mantan Presiden Amerika Serikat berkata “jangan kamu bertanya apa yang telah diberikan negara kepadamu, tapi tanyalah apa yang telah kamu berikan kepada negara?”

Menjadi pahlawan negara saat ini kadang enak, tidak cuma-cuma. Ada penghargaan yang diterima sebagai bentuk apresiasi negara terhadap keberhasilan mengharumkan nama bangsa. Misalnya, para atlet yang mendapatkan medali pada olimpiade Rio 2016 dijanjikan akan beri bonus milyaran. Itu sah-sah saja sepanjang sidah dianggarkan.

Walau demikian, masih banyak orang-orang yang berjuang tanpa pamrih, bekerja dalam diam, tanpa sorot kamera mengabdi kepada masyarakat. Mereka adalah pahlawan yang sebenarnya. Saya teringat dengan kisah Pak Sariban relawan kebersihan dari kota Bandung, Pak Udju relawan literasi dari Purwakarta, almarhumah Een Sukaesih relawan pendidikan dari Sumedang, dan relawan kemanusiaan lainnya. Perjuangan dan komitmen mereka perlu menjadi teladan bagi semua bangsa Indonesia.

Orang-orang yang suka merusak negeri ini seharusnya malu terhadap para pahlawan, baik pahlawan masa perjuangan kemerdekaan maupun pahlawan masa kini. Dalam keterbatasan, kesederhanaan, dan kebersahajaan mereka bisa memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara ini, semetara di sisi lain banyak anak bangsa lebih banyak menuntut daripada berkontribusi terhadap bangsa dan negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline