Oleh:
IDRIS APANDI
Saat ini, sebuah video klip lagu yang berjudul “Lelaki Kardus/Kerdus” menjadi perbincangan di media sosial. Lagu yang diupload tanggal 28 Juni 2016 oleh akun yang bernama Getar Asmara tersebut sampai saat ini sudah ditonton oleh 170.750 ribu orang.
Lagu yang dinyanyikan oleh Nova Rizqi Romadhon tersebut menceritakan istri dan anak yang menjadi korban poligami sekaligus korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Berdasarkan pengakuan Achmat Sawadi, sang pencipta lagu, lagu tersebut berdasarkan kepada kisah nyata yang dialami oleh sang penyanyi dan ibunya ditinggalkan oleh ayahnya menikah lagi.
Banyak desakan dari para netizendan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar lagu berirama gambus tersebut dihapus dari youtube karena liriknya yang vulgar, tidak pantas, tidak mendidik, dan mengajarkan kebencian. Apalagi lagu tersebut dinyanyikan oleh anak-anak. Pada video tersebut, sang penyanyi yang notabene adalah korban KDRT, sangat marah dan memaki-maki ayahnya yang kawin lagi. Ayahnya diperankan oleh seorang model video klip.
Berbagai umpatan pun dikeluarkan, seperti yang tercantum pada tulisan yang terdapat pada video klipnya, seperti menyebut ayahnya sebagai penghianat, lelaki kardus (mungkin maksudnya kerdus), lelaki karpet (mungkin maksudnya kampret), lelaki k*ncr*t, lelaki bangkrut, lelaki b*ngs*t, dan lelaki karbet. Kata-kata tersebut memang sangat vulgar tidak pantas diucapkan oleh anak-anak. Sejahat apapun seorang ayah, sang anak tidak dibenarkan memaki dan menghujatnya. Dibalik segala kekecewaannya, sang anak tetap harus berbakti kepada sang ayah, karena secara biologis, mereka memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Menyikapi banyak protes dari masyarakat terhadap lagu tersebut, Achmad Sawadi, sang pencipta lagu sudah memohon maaf. Dia tidak menyangka bahwa lagu tersebut akan berdampak buruk terhadap kepribadian anak, walau secara de facto kisah tersrbut adalah kisah nyata istrinya, Nurul Falah, yang ditinggal oleh suami pertamanya kawin lagi.
Lagu lelaki kerdus sebenarnya hanya sebuah potret dari sudah sulitnya mencari lagu yang ditujukan untuk anak-anak. Dalam acara perlombaan menyanyi bagi anak-anak, para peserta banyak yang menyanyikan lagu orang dewasa yang notabene bertema tentang percintaan, perselingkuhan, seks bebas, dan KDRT. KPI sebenarnya telah bergerak dengan mencekal lagu-lagu yang dinilai terlalu vulgar, tapi lagu-lagu tersebut sudah terlanjur beredar di tengah-tengah masyarakat, sudah banyak didengar oleh anak-anak, dan masih bisa diakses baik di Youtube atau di web penyedia jasa download lagu.
Kalau dulu kita memiliki Ibu Sud dan AT Mahmud, tapi kini sulit mencari pencipta lagu anak yang handal seperti mereka. Dulu, anak-anak tahu lagu balonku, bintang kecil, naik-naik ke puncak gunung, bangun tidur, kasih ibu, dan lagu-lagu lainnya. Lagu anak selain sebagai hiburan, juga sebagai sarana penumbuhan budi pekerti, tapi kini anak-anak lebih hapal lagu-lagu orang dewasa daripada lagu orang dewasa. Secara kepentingan bisnis, lagu anak-anak dinilai kurang menjual dibandingkan dengan lagu orang-orang dewasa, sehingga industri lagu anak pun lesu.
Ketika anak-anak dicekoki oleh lagu-lagu orang dewasa, maka tidak heran jika mereka terlalu cepat dewasa, sudah mengenal jatuh cinta kepada lawan jenis, melakukan hubungan yang selayaknya dilakukan oleh suami istri, sampai berani melakukan pelecehan seksual, bahkan melakukan pemerkosaan.
Di Surabaya, ditemukan fakta bahwa salah satu tersangka pelaku pemerkosan terhadap seorang anak perempuan adalah anak yang baru berusia sembilan tahun atau kelas III SD. Pemerkosa dan pembunuh Yuyun di Bengkulu juga masih ada remaja tanggung alias di bawah umur. Dua hal ini dapat menjadi bukti bahwa anak-anak dan remaja terlalu cepat dewasa, berimajinasi terlalu jauh melebihi usianya sebagai dampak lagi sering mendengar lagu orang dewasa, ditambah mengakses situs porno, dan pengaruh minuman keras.