Oleh:
IDRIS APANDI
Pada perbincangan Saya dengan beberapa orang teman yang berprofesi guru, baik di dunia maya via media sosial atau di dunia nyata, cukup banyak yang mengatakan bahwa mereka tidak tahu dan belum pernah membaca regulasi yang berkaitan dengan perlindungan guru, baik yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 maupun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tentang Guru.
Bagi Saya, fakta tersebut cukup mengejutkan karena peraturan perundang-undangan tersebut sudah terbit sekian tahun silam, tetapi masih ada guru yang belum membaca atau mengetahuinya. Beragam alasan disampaikan oleh mereka, antara lain; tidak ada sosialisasi, tidak sempat membaca karena sibuk mengajar, bahkan ada yang mengatakan memiliki perangkat perundang-undangan tersebut.
Masalah peraturan perundang-undangan perlindungan guru baru ramai dibicarakan di media sosial pasca cukup banyaknya kasus kekerasan dan kriminalisasi. Hikmah dari munculnya kasus-kasus tersebut menyadarkan guru-guru bahwa guru perlu perlindungan dalam melaksanakan tugas dan menjadi tahu bahwa negara sudah memiliki instrumen hukum perlindungan guru.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ketidaktahuan guru terhadap berbagai regulasi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan regulasi perlindungan guru disamping disebabkan minim sosialisasi, juga disebabkan karena guru jarang membaca. Guru baru membaca regulasi pendidikan tentang guru kalau mau ada Uji Kompetensi Guru (UKG) atau ketika ada kepentingan lain. Setelah itu, tidak mau lagi membaca karena larut dengan tugas keseharian. Karakter belajar orang dewasa memang demikian, baru mau belajar kalau sedang butuh, sementara kalau belum butuh, walau ada di hadapan mata, hal tersebut diabaikan.
Dengan adanya kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap guru, hal ini menjadi momentum guru untuk melek dan sadar hukum supaya guru mengetahui hak dan kewajibannya, mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh guru, dan agar guru dapat percaya diri dalam melaksanakan tugas, tidak takut diintimidasi, tidak takut dikriminalisasi, atau terjerat masalah hukum.
Hukum pada dasarnya dibuat untuk mengatur kehidupan masyarakat. Dengan adanya hukum diharapkan lahir masyarakat yang taat, disiplin, tertib, dan teratur. Dampaknya, kehidupan pun akan terasa aman, nyaman, dan damai. Oleh karena itu, setiap warga masyarakat diwajibkan untuk taat hukum.
Berkaitan dengan regulasi tentang perlindungan guru, maka perlu ada sosialisasi yang intensif yang dilakukan oleh Kemendikbud, Dinas Pendidikan, organisasi profesi guru, dan Kepala Sekolah. Jangan sampai berbagai aturan perundang-undangan tentang guru tersebut hanya menjadi hiasan di lemari Kepala Sekolah, sementara guru tidak mengetahuinya. Selain itu, guru pun harus mau jemput bola. Di tengah akses internet yang mudah saat ini, dengan berselancar di mesin pencari google, guru dapat dengan mudah mencari dan mengunduh berbagai peraturan tentang pendidikan dan tentang guru. Dan Intinya, guru harus mau membacanya, karena urusan rendahnya minat baca di kalangan guru, diakui atau tidak, merupakan salah satu masalah akut di kalangan guru. Walau pun sudah diunduh, kalau tidak dibaca, tidak akan bermanfaat.
Seiring dengan semakin hangatnya perbincangan tentang perlindungan guru, Kemdikbud dan Dinas Pendidikan disamping harus menyusun pedoman teknis perlindungan guru, dengan dukungan organisasi profesi guru, perlu juga mengadakan berbagai sosialisasi, seminar, atau lokakarya tentang perlindungan guru agar para guru menjadi guru yang melek dan sadar hukum. Kalau perlu dibuat semacam buku saku tentang perlindungan guru untuk dibagikan dan dibaca oleh guru.
Dalam kegiatan tersebut perlu juga melibatkan berbagai pihak terkait seperti LSM pemerhati anak, aparat kepolisian, psikolog, elemen orang tua atau masyarakat agar tercipta sinergi dan pemahaman yang sama, karena berbagai kasus kekerasan dan kriminalisasi yang dialami guru banyak disebabkan oleh miskomunikasi antara guru dan orang tua siswa, sehingga jalur hukum pun menjadi pilihan. Akhirnya, prosesnya menjadi panjang. Padahal, jika komunikasi antara guru dan orang tua siswa berjalan baik, ketika ada masalah, langkah penyelesaiannya mengedepankan pendekatan kekeluargaan sebelum memilih jalur hukum.