Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penikmat bacaan dan tulisan

Muhammad Ali, Gusdur, dan Pluralisme

Diperbarui: 13 Juni 2016   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muhammad Ali dan Gus Dur. (Foto : http://www.aavw.org/ dan //www.ipnu.or.id/)

Oleh:

IDRIS APANDI

Sekitar 14 ribu orang menyolati dan menghadiri pemakaman jenazah petinju legendaris Muhammad Ali pada hari Jum’at, 10 Juni 2016. Muhammad Ali meninggal pada tanggal 4 Juni 2016 pada usia 74 tahun setelah sekian lama menderita penyakit Parkinson. Meninggalnya Muhammad Ali bukan hanya menjadi duka dan kehilangan bagi keluarganya saja, tetapi juga bagi dunia olah raga dunia karena Muhammad Ali adalah atlit tinju yang fenomenal.  

Muhammad Ali bukan hanya sekadar seorang petinju, tapi juga seorang penghibur di atas ring. Dia bukan tipe petinju yang ingin langsung meng-KO lawannya, tetapi dapat mengatur waktu untuk memberikan hiburan kepada penonton hingga pada saat yang tepat mengandaskan lawannya. Karena popularitasnya, nama Muhammad Ali juga masuk dalam hall of fame Hollywood.

Sebagai bentuk duka cita terhadap meninggalnya Muhammad Ali, para pelayat yang berasal dari berbagai latar belakang agama dan negara memanjatkan do’a padanya. Ali bukan hanya sekedar legenda tinju dunia, tapi juga seorang tokoh dunia yang telah banyak berperan banyak dalam kegiatan sosial.

Mengenang nama Muhammad Ali, Saya jadi teringat almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden RI ke-4. Gus Dur meninggal pada 30 Desember 2009. Secara pribadi mungkin tidak ada hubungan yang khusus antara Gus Dur dan Muhammad Ali, tapi Saya melihat adalah kesamaan antara dua tokoh ini, yaitu dalam hal bagaimana mereka sama-sama dicintai, dihormati, dan diidolakan oleh publik.

Muhammad Ali sebagai legenda tinju dunia namanya sudah sangat terkenal dan dikagumi oleh banyak orang khususnya para pecinta tinju. Sedangkan Gus Dur dikenal sebagai ulama, kaum cendekiawan, politisi, dan budayawan yang membela kaum minoritas, toleran, pembela HAM, dan sangat menjunjung tinggi pluralisme. Bahkan bagi sebagian kalangan NU, sosok Gus Dur disamakan dengan Wali.

Di mana ada kaum minoritas yang teraniaya, maka di situ ada Gus Dur. Gus Dur adalah tokoh yang egaliter dan dekat dengan berbagai kalangan. Beliau juga dikenal dengan humor-humornya yang bikin ngakak. Bagi etnis Tionghoa, Gus Dur memiliki jasa yang sangat besar karena pada saat Beliau menjadi Presiden RI, etnis Tiong Hoa boleh merayakan hari raya Imlek dan dijadikan sebagai hari libur nasional.

Ketika Gus Dur wafat, ribuan orang melayat, mendoakan, dan ikut mengiringi jenazahnya. Bahkan makam Gus Dur banyak diziarahi bukan hanya oleh kalangan umat Islam, tapi juga kalangan non muslim. Hal tersebut merupakan bukti bahwa Gus Dur adalah sosok yang dicintai dan dikagumi oleh berbagai kalangan.

Dari uraian diatas dapat diambil kaitan antara Gus Dur dan Muhammad Ali, yaitu bahwa kedua tokoh ini sama-sama muslim, sama-sama poluler, sama-sama diidolakan dicintai oleh kalangan lintas agama, sama-sama suka humor, sama-sama jenius, dan sama-sama memberikan kontribusi yang besar pada bidangnya masing-masing. Baik Ali maupun Gus Dur adalah tokoh dunia yang dihormati dan disegani. Intinya, dibalik segala kelebihan dan kekurangannya, kedua tokoh ini telah memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia.

Gaya dan teknik Muhammad Ali dalam bertinju menjadi referensi bagi para petinju masa kini, dan sudah sekian banyak buku biografinya diterbitkan. Begitupun dengan Gus Dur, pemikiran-pemikirannya banyak mewarnai dalam khazanah ilmu pengetahuan baik dalam bidang agama, sosial, budaya, dan politik. Buku Biografinya pun sudah banyak yang menerbitkan. Bahkan kumpulan humornya pun dibukukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline