Oleh:
IDRIS APANDI
Ada hal yang cukup menarik pada pelaksanaan Diklat Kurikulum 2013 bagi Instruktur Kabupaten/Kota jenjang SD di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat tanggal 31 Mei s.d. 4 Juni 2016 atau mungkin juga di tempat lainnya dalam kaitannya dengan membangun gerakan literasi, yaitu adanya “Pohon Literasi”.
Pembuatan pohon literasi ini teknisnya adalah para peserta/ kelompok membuat gambar pohon pada kertas karton atau kertas plano, kemudian membuat ranting dan daun-daunnya dengan kertas-kertas warna dimana pada kertas warna tersebut ditulis deskripsi hasil bacaan masing-masing.
Peserta diberikan waktu selama 15 menit di awal sesi pagi untuk membaca buku, berita, atau bahan apa saja, lalu membuat semacam resume yang isinya minimal memuat buku apa yang dibaca, berapa halaman, dan gambaran singkat materi yang dibaca. Setelah peserta membaca dan menempelkan hasil bacaan pada pohon literasi, perwakilan peserta ada yang tampil ke depan kelas dan menyampaikan secara lisan kepada para peserta yang lain hasil bacaannya, dan memberikan kesempatan kepada peserta yang lain untuk menanggapinya. Kegiatan ini berlangsung setiap hari selama kegiatan diklat berlangsung.
Para peserta cukup antusias melakukannya, apalagi sebelumnya, peserta mendapatkan materi Penguatan Literasi dalam Pembelajaran. Setelah mendapatkan materi tersebut, banyak peserta yang merasa termotivasi dan terinspirasi ingin membangun budaya literasi minimal bagi diri sendiri dan dilanjutkan menggerakkan budaya literasi di wilayah kerja masing-masing karena mereka menyadari bahwa literasi merupakan hal yang sangat penting dan sangat bermanfaat dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan kompetensi seseorang.
Cukup banyak peserta yang mengaku bahwa gerakan literasi belum tumbuh di sekolah, mati suri, dan belum adanya dukungan dari warga sekolah. Pasca pelatihan, mereka bertekad untuk membangun dan menggerakkan kembali gerakan literasi di sekolah. Semoga mereka dapat menjadi para pejuang dan pelopor gerakan literasi di daerahnya sehingga gerakan ini akan semakin semarak.
Pohon literasi hanya merupakan salah satu ide kreatif dan media yang bisa dibuat dalam menumbuhkan budaya literasi. Oleh karena itu, Saya kira masih banyak ide-ide atau media lain yang dapat dikembangkan atau digunakan untuk merangsang minat dan kecintaan orang terhadap literasi. Intinya adalah kreativitas.
Jika melihat hasil penelitian UNESCO tahun 2012 memang mengerikan minat baca masyarakat Indonesia yang hanya 0,001, artinya dari 1000 orang penduduk, hanya satu orang yang gemar membaca. Pada Maret 2016 lalu, Most Literate Nations in the World merilis pemeringkatan literasi internasional yang menempatkan Indonesia berada di urutan ke-60 di antara total 61 negara. Kondisi yang sama juga terjadi pada pemeringkatan tingkat pendidikan Indonesia di dunia yang memang dari tahun ke tahun belum beranjak dari papan bawah dalam berbagai survei internasional. Salah satunya World Education Forum di bawah naungan PBB menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 76 negara.
Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, maka saat ini tidak berlebihan jika Indonesia mengalami darurat literasi. Sudah sangat mendesak digalakkan gerakan literasi seperti seperti yang saat ini diprogramkan oleh pemerintah. Walau demikian, untuk membangun dan menumbuhkan gerakan literasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi perlu pelibatan publik, atau istilahnya saat ini disebut sebagai ekosistem pendidikan yang meliputi Kepala Sekolah, guru, pengawas, siswa, orang tua/wali siswa, dunia usaha, dan pihak lainnya. Semua diharapkan berperan sesuai dengan kewenangan, kapasitas, dan kompetensi masing-masing.
Gerakan literasi harus menjadi “gerakan semesta” dalam artian gerakan yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan. Setiap orang diharapkan mengatakan “literasi adalah kita”, tujuannya untuk membangun semangat, tanggung jawab, dan rasa memiliki terhadap gerakan ini.