[caption caption="Kurikulum adalah jantungnya pendidikan. Oleh karena itu, perlu disusun, dikelola, dan diterapkan dengan baik dalam pembelajaran. (Ilustrasi : donipengalaman9.files.wordpress.com)"][/caption]Oleh: IDRIS APANDI
Kemdikbud menyatakan bahwa revisi kurikulum 2013 (K-13) yang saat ini disebut kurikulum nasional (kurnas) telah selesai dan siap dilaksanakan mulai tahun pelajaran 2016/2017. Pelatihan bagi Instruktur Nasional K-13 telah dilaksanakan pada tanggal 20-24 Maret 2016, dan tahap berikutnya adalah Diklat bagi Instruktur Provinsi (IP) dan Intruktur Kabupaten/Kota (IK) yang rencananya akan dimulai pada bulan April 2016. Dan selanjutnya ada para IK akan mendiklat guru-guru yang sekolahnya menjadi sasaran implementasi K-13 sehingga pada tahun ajaran baru, mereka telah siap mengimplementasikannya.
Kita tentu berharap ilmu dan informasi yang disampaikan secara utuh mulai dari level Narasumber Nasional (NS), IN, IP, hingga IK. Jangan sampai terjadi bias atau distorsi, dan terjadi perbedaan persepsi sehingga dalam pelaksanaannya memunculkan kebingungan di kalangan guru. Kegiatan diklat banyak dihabiskan untuk penjelasan, diskusi, dan praktek secara efektif, bukan diisi dengan perdebatan-perdebatan karena adanya perbedaan persepsi, baik antara fasilitator dengan peserta, maupun antarsesama peserta, sehingga waktu banyak terbuang untuk hal yang kurang produktif.
Merujuk pernyataan Kepala Bidang Perbukuan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemdikbud, Suprayitno pada kompas online (07/01/2016), revisi buku-buku teks K-13 mencapai 80%. Tercatat sebanyak 377 buku telah direvisi, utamanya pada buku-buku tematik SD kelas I sampai dengan VI, bahkan pada mata pelajaran (mapel) matematika kelas XII, perubahan mencapai 100%. Sebanyak 10 bab buku harus diganti, termasuk penempatan dari yang sebelumnya semester satu menjadi semester dua.
Revisi buku-buku teks tersebut merupakan dampak dari revisi dan sinkronisasi dari Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran, karena berdasarkan hasil evaluasi, ada KI dan KD-KD yang janggal dan kurang sinkron. Selain itu, terdapat juga ketidaksinkronan antara KD yang tertera pada pada silabus dengan KD yang tertera pada Buku Guru (BG) dan Buku Siswa (BS) sehingga membingungkan guru. Selanjutnya, ada susunan atau sistematika materi pelajaran yang kurang sesuai dengan sesuai dengan sintaksnya sehingga perlu ditata ulang.
Diklat implementasi K-13 hasil revisi tentunya disertai dengan struktur program yang telah disiapkan dan wajib diikuti oleh peserta kegiatan. Menurut Penulis, ada beberapa elemen mendasar yang perlu dipertegas pada kegiatan tersebut. Antara lain, pertama, perubahan atau perbaikan pada KI dan KD pada mapel beserta analisisnya terhadap Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Kedua, perubahan materi dan urutan materi pada buku Guru (BG) dan Buku Siswa (BS) disertai dengan keterkaitan antar KD dengan KI pada BG dan BS. Pada bagian analisis BG dan BS perlu diperlihatkan, aspek-aspek saja yang berubah, mana uraian atau urutan materi pada BG dan BS versi lama, dan mana uraian atau urutan materi pada BG dan BS hasil revisi supaya dapat diketahui dan dibandingkan perubahan atau perbaikannya.
Ketiga, perlu ada penegasan dalam implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik yang terdiri dari 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan) bukan hanya diajarkan atau dijelaskan tetapi perlu dipraktekkan kepada siswa. Tujuannya agar siswa memiliki pengalaman belajar. Selain itu, perlu dipertegas bahwa 5M tidak perlu dimunculkan semua pada setiap pertemuan, tetapi disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran dan waktu yang tersedia, karena dalam prakteknya selama ini, ada anggapan bahwa 5M harus dimunculkan semuanya dalam satu kali pertemuan, sehingga guru-guru merasa dikejar-dikejar waktu dan terlalu memaksakan penerapan 5M. Akibatnya guru-guru kurang fokus dalam melaksanakan pembelajaran.
Keempat, model-model pembelajaran pada K-13 bukan hanya dibatasi pada tiga model saja yang selama ini diperkenalkan, yaitu pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), dan pembelajaran penemuan (discovery/inquiry), tetapi guru perlu diberikan kebebasan dalam memilih dan menerapkan model-model pembelajaran lainnya yang disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran, kebutuhan, situasi, dan kondisi.
Kelima, penilaian otentik pada aspek sikap pada KI-I dan KI-II yang selama ini dikeluhkan guru perlu disederhanakan. Pada dasarnya menilai adalah kewajiban setiap guru, tetapi dengan banyaknya format penilaian, guru terjebak melaksanakan tugas-tugas administratif, dan kurang optimal dalam melaksanakan pembelajaran.
Semoga revisi K-13 berdampak baik dalam menambah semangat guru-guru untuk menerapkannya dalam rangka berikhtiar mencapai tujuan pendidikan nasional.
Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat.