[caption caption="Menulis merupakan aktivitas yang membutukan konsentrasi. "][/caption]
Penulis adalah sosok yang egois. Pendapat tersebut memang bisa dikatakan ada benarnya. Ya, Saya akui dan Saya rasakan sendiri walau masih sebatas Penulis amatiran, bahwa penulis memang egois. Megapa demikian? Menulis perlu meluangkan waktu, perlu tempat dan situasi yang nyaman, perlu ketenangan, perlu konsentrasi.
Menulis butuh konsentrasi karena sang penulis harus mencurahkan idenya yang terus mengalir bak air dari otak ke jari jemarinya untuk ditulis. Kata demi kata dia tulis, kalimat demi kalimat dia susun, dan paragraf demi paragraf di gabungkan sehingga akhirnya menjadi sebuah karya tulis yang bisa dibaca banyak orang.
Penulis jangan diganggu, karena kalau diganggu, konsentrasinya bisa buyar, ide yang ada dalam pikirannya akan terhambat, tidak bisa mengalir, terinterupsi oleh gangguan tersebut. Oleh karena itu, ketika menulis, sang penulis mengurung diri di kamar atau ruang kerja, menyendiri di sebuah tempat yang sunyi, pergi ke suatu tempat yang jauh dari hiruk-pikuk, atau dia bekerja di ruangan yang banyak orang tapi dia asyik dengan kegiatannya sendiri, tidak peduli lingkungan sekitar atau orang lain.
Menurut Saya, penulis memang egois, dan terpaksa harus egois. Penulis kalau tidak egois, sulit untuk menghasilkan sebuah karya tulis, waktunya akan banyak tersita oleh hal-hal yang kurang mendukung aktivitasnya menulis. Aktivitas menulis harus disertai aktivitas membaca. Dan itu pun butuh waktu dan butuh konsentrasi. Oleh karena itu, hanya untuk menulis sebuah artikel atau makalah, buku atau sumber bacaan yang dibaca jumlahnya bisa lumayan banyak.
Penulis egois terhadap waktu, egois terhadap lingkungan, egois terhadap situasi dan kondisi. Bahkan saking egoisnya, dia egois terhadap dirinya sendiri. Secangkir kopi yang dia buat kadang hanya dicicipi beberapa teguk saja, dan setelah dibiarkan sampai kopi yang awalnya panas menjadi dingin. Ketika ide mengalir deras, dia lupa waktu, dia jam-jam duduk di depan laptop. Dia lupa bahwa dia harus makan, minum, mandi, bahkan lupa istirahat. Itulah egoisnya seorang penulis.
Karena penulis adalah sosok yang egois, maka secara sadar atau tidak sadar, dia telah berbuat tidak adil, yaitu, telah mengabaikan dirinya sendiri, sehingga kadang kesehatannya terganggu akibat kurang makan, kurang tidur, atau kurang istirahat. Ada suami, istri, anak, atau sahabat yang merasa terabaikan atau kurang diperhaikan. Atau ada pekerjaan-pekerjaan lain yang terbengkalai karena waktunya tersita oleh menulis.
Saya sendiri merasakan jika memiliki sebuah ide menulis artikel, maka harus ditulis secepat-cepatnya supaya idenya tidak cepat lupa, atau tertumpuk oleh ide yang baru, dan harus ditulis sampai dengan tuntas, jangan sampai terseling oleh pekerjaan yang lain, karena biasanya suka terbengkalai. Oleh karena itu, karena situasi kondisi, penulis terpaksa harus egois.
Pengalaman Saya dalam menulis mungkin berbeda dengan yang dialami oleh penulis yang lain. Tiap penulis mungkin punya gaya yang beda-beda. Oleh karena itu, hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai sebuah generalisasi, tetapi setidaknya kecenderungannya demikian.