Lihat ke Halaman Asli

IDRIS APANDI

TERVERIFIKASI

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Lebaran, Kemenangan atau Beban?

Diperbarui: 12 Juli 2015   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Lebaran tinggal beberapa hari lagi. Dengan segala hiruk-pikuknya, semua sibuk mempersiapkan diri menghadapi lebaran. Para perantau pulang kampung atau mudik agar dapat berlebaran dengan keluarga tercinta di kampung halaman. Pemerintah dan aparat kepolisian sibuk mempersiapkan infrastruktur dan pengamanan selama masa lebaran. Rumah sakit bersiaga untuk menerima pasien jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan selama masa lebaran. Para pedagang jor-joran menawarkan diskon untuk menarik pembeli bahan-bahan kebutuhan lebaran. Lebaran, adalah hari raya agama Islam yang paling besar dan disambut dengan suka cita oleh seluruh umat Islam. Tak jarang, perhatian, energi, dan biaya terkuras untuk menyambut lebaran.

Hiruk-pikuk menyambut lebaran adalah sebuah fenomena sosial yang muncul setiap tahun. Di Indonesia, lebaran bukan hanya dimaknai sebagai aktivitas ritual semata, tetapi sebagai aktivitas sosial. Antara lain, sebagai sarana silaturahmi dan sarana saling berbagi kebahagiaan dimana biasanya para pemudik memberikan “THR” kepada keluarganya. Dari sisi ekonomi, lebaran juga merupakan sebuah perputaran uang yang luar biasa besar. Para pemudik membawa uang yang telah ditabung selama setahun ke kampung halaman. Para pedagang dan pengelola transportasi mengalami peningkatan omzet sampai beberapa kali lipat. Pemerintah dan masyarakat pun mendapatkan pemasukan dari sektor pariwisata dan jasa.

Lebaran adalah istilah lain dari idul fitri. Secara bahasa idul fitri berarti kembali kepada kesucian setelah sebulan lamanya umat Islam melaksanakan ibadah puasa dan menyempurnakannya dengan membayar zakat fitrah. Idul fitri disebut juga hari kemenangan karena selama sebulan umat Islam berperang melawan dan mengalahkan hawa nafsu.

Dalam merayakan idul fitri, syariat Islam tidak mengajarkan bahwa idul fitri harus identik dengan segala sesuatu yang baru, makanan dan minuman yang kadang-kadang bisa disebut berlebihan. Berkaitan dengan pakaian pada saat idul fitri, Rasulullah hanya memerintah untuk menggunakan pakaian terbaik yang dimiliki. Terbaik bukan berarti harus baru. Hal inilah yang kadang-kadang disalahartikan oleh sebagian besar umat Islam. Demi memenuhi kebutuhan lebaran, kita rela menguras habis tabungan kita, rela menggadaikan barang, pinjam sana-sini, atau bahkan melakukan tindakan kriminal demi mendapatkan uang untuk kebutuhan lebaran. Memang, tidak salah kita membeli pakaian dan makanan untuk persiapan lebaran dan membagikannya kepada yang lain, jika kita mampu. Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika kita memaksakan diri dengan dalih apapun dalam memenuhi berbagai kebutuhan lebaran tersebut karena hal tersebut telah keluar dari esensi idul fitri..

Penulis melihat, secara faktual datangnya lebaran lebih dianggap sebagai sebuah beban oleh sebagian besar umat Islam karena akan menguras banyak biaya. Sehingga beberapa hari menjelang lebaran, orang lebih serius menghadapi persiapan lebaran daripada meningkatkan amal ibadah, orang yang mengikuti shalat tarawih semakin sedikit sementara pasar dan mall semakin sesak oleh para pembeli. Rasulullah SAW mengajarkan agar pada sepuluh malam terakhir umat Islam meningkatkan amal ibadahnya dan berlomba-lomba mendapatkan lailatulqodar.

Jika kondisinya seperti ini, masih layakkah lebaran disebut sebagai hari kemenangan? Kemenangan hanya layak disematkan kepada umat yang sejak awal sampai akhir Ramadhan berjuang dengan gigih melaksanakan ibadah puasa. Dia tidak hanya menahan diri dari lapar dan dahaga, tetapi mampu menahan hawa nafsunya dari melakukan perbuatan dan perkataan yang kotor dan sia-sia. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dengan puasanya.” Dalam hadist lain, beliau juga bersabda: “Banyak orang yang berpuasa, tapi dia tidak mendapatkan apa-apa selain haus dan lapar” dan selama kita berpuasa kita tidak boleh meladeni orang yang mengajak bertengkar atau berkelahi dengan mengatakan “saya sedang berpuasa”. Itulah hakikat dari puasa, yaitu pengendalian hawa nafsu. Dan orang-orang yang menahan hawa nafsu-lah yang layak merayakan idul fitri sebagai hari kemenangan.

Hari-hari menjelang lebaran justru godaan terhadap hawa nafsu terasa semakin besar. Orang sudah cenderung malas shalat tarawih berjamaah. Tadarus Al Qur’an yang tadinya ramai kini hanya sayup-sayup terdengar. Mesjid-mesjid yang tadinya ramai dengan aktivitas keagamaan pun mulai sepi. Semangat Ramadhan yang tadinya membara kian hari, kian redup saja.  Yang terlihat semakin menonjol justru nafsu untuk berbelanja kebutuhan lebaran. Nafsu belanja tersebut semakin tinggi dengan buaian diskon-diskon yang ditawarkan oleh toko-toko dan pusat-pusat perbelanjaan.

Kini, tergantung kepada kita dalam memosisikan lebaran apakah sebagai kemenangan atau beban. Jika kita ingin memosisikan lebaran sebagai hari kemenangan, tentunya kita di sisa bulan Ramadhan ini berlomba-lomba meningkatkan amal ibadah. Tetapi jika hanya ingin memosisikan lebaran sebagai beban, perhatian kita tercurah hanya untuk memenuhi kebutuhan lebaran saja. Alangkah lebih bijak, jika kita merayakan lebaran secara sederhana dan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing karena esensi lebaran bukanlah pakaian baru atau makanan yang lezat, tetapi kita kembali kepada fitrah dan menjadi seseorang yang “baru” setelah menempa diri selama bulan Ramadhan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline