Ki Hajar Dewantara, pahlawan nasional Indonesia yang lahir pada 02 Mei 1889 di Yogyakarta memiliki pemikiran-pemikiran hebat tentang pendidikan. Tak heran jika beliau diangkat menjadi Menteri Pendidikan Republik Indonesia yang pertama. Pemikiran beliau tentang pendidikan mulai di gerakkan dan ditumbuhkan kembangkan khususnya pada program guru penggerak dan kurikulum baru, yakni kurikulum merdeka.
Berikut adalah pemikiran-pemikiran dari Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang menjadi inspirasi saya untuk turut serta dalam meningkatkan kualitas pendidikan ;
- Pendidikan dan Pengajaran
Pendidikan dan pengajaran adalah hal yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan (opvoeding) adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Sedangkan pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Dengan kata lain, untuk mencapai pendidikan yang merdeka salah satunya adalah dengan menyelenggarakan pengajaran yang baik.
Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa pendidikan merupakan kunci utama untuk menciptakan manusia yang beradab. Pendidikan juga dapat dijadikan sarana dan ruang untuk tumbuh kembangnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diwariskan dan dilestarikan.
- Pendidikan yang Menuntun
Hal kedua yang dikenal tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan yang menuntun. Ki Hajar Dewantara mengibaratkan anak yang lahir seperti kertas yang sudah terisi tetapi masih samar-samar. Tugas pendidik sebagai guru adalah menebalkan garis samar-samar tersebut. Garis yang ditebalkan adalah garis atau kemampuan yang baik saja, sedangkan kemampuan atau hal yang jelak dihapus. Dalam hal ini guru harus menuntun anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuanya.
Dalam pendidikan yang menuntun, pendidik diibaratkan seperti seorang petani. Sedangkan peserta didik diibaratkan sebagai bermacam-macam biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh petani. Petani yang menanam bibit-bibit, merawat, memberikan pengairan, menyiangi tanaman dan memberikan pupuk untuk membuat tanaman berkembang dengan baik sesuai dengan jenisnya. Jagung akan tetap tumbuh sebagai jagung. Dan padi pun akan tetap tumbuh sebagai padi. Sama halnya dengan petani, seorang pendidik harus bisa menuntun agar peserta didik bisa berkembang dengan baik. Seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk kebutuhan peserta didik yang berbeda-beda dengan segala metode pengajaran, pendekatan ataupun strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik.
- Kodrat Alam dan Kodrat Zaman
Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah menuntun . menuntun segala kodrat yang ada pada anak sehingga mereka mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai diri sendiri maupun sebagai anggota masyarakat. Kodrat-kodrat tersebut yakni kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan "sifat" dan "bentuk" lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan "isi" dan "irama". Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa kodrat alam merupakan kondisi lingkungan di mana anak berada. Sedangkan kodrat zaman adalah zaman atau waktu di mana anak berada.
Ki Hajar Dewantara mengingatkan pendidik bahwa mendidik anak harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Anak yang tinggal di daerah pedesaan tentulah mempunyai karakter yang berbeda dengan anak yang tinggal di perkotaan. Anak yang tinggal di pesisir pantai tentulah memiliki kebiasaan yang berbeda dengan anak yang tinggal di daerah pegunungan. Oleh karena itu, pendidik harus bisa mengenali perbedaan- perbedaan tersebut serta memberikan pelayanan yang sesuai. Bila melihat dari kodrat zaman, anak yang hidup di abad 20 an tentulah berbeda dengan anak yang hidup di abad 21. Oleh karena itu, pendidik harus terus belajar sepanjang hayat untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang baik bagi anak untuk menghadapi perubahan zaman yang terjadi.
- Budi Pekerti
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Menurut Ki Hajar Dewantara budi pekerti merupakan keseimbangan atau keselarasan hidup antara cipta, rasa dan karsa.
Dalam membentuk budi pekerti ini, keluarga merupakan faktor penentu dan paling utama dalam membentuk budi pekerti anak. Jika anak setiap hari melihat contoh nyata penerapan budi pekerti yang baik di lingkungan keluarganya, tentulah dia akan memiliki budi pekerti yang baik pula. Sebaliknya, jika anak selalu mendapat perlakuan jelek atau melihat penerapan budi pekerti yang kurang baik, maka anak tersebut akan meniru atau mencontoh perbuatan yang kurang baik tersebut.
Sebagai seorang guru, pendidik harus mengimplementasikan pembelajaran yang menjunjung nilai-nilai budi pekerti. Seperti semboyan yang sangat dikenal dari Ki Hajar Dewantara, "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat dan di belakang memberikan dorongan. Hal tersebut merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh seorang pendidik terhadap muridnya.
Semua pemikiran Ki Hajar Dewantara di atas masih sangat relevan untuk dilaksanakan di dalam dunia pendidikan hingga saat ini. Sebagai pendidik saya merasa tergugah untuk mengimplementasikan pemikiran-pemikiran tersebut di dalam kehidupan saya sehari-hari, khususnya tugas sebagai guru.
Sebelum memperoleh materi ini, fokus terbesar saya pada murid hanyalah tentang aspek kognitif mereka, dimana mereka dianggap berhasil jika sudah melampaui batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan. Padahal lebih dari itu, guru harus bisa menanamkan nilai karakter ataupun nilai-nilai budaya lokal maupun nasional yang sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang. Di samping itu, ada kesalahan lain yang telah saya buat, yakni mengaggap murid sebagai objek pembelajaran, bukan sebagai subjek pembelajaran. Akibatnya peran serta murid sangat minim atau pasif dalam pembelajaran.
Mulai saat ini, saya yakin bertekad serta menumbuhkan keyakinan bahwa guru tidak hanya memberikan dan mentrasfer ilmu, lebih dari itu seorang guru harus berperan sebagai fasilitator yang memberikan arahan serta tuntunan, motivasi dan juga menjadi panutan yang baik anak didik.
Saya mulai membiasakan untuk memberikan tuntunan pada anak. Memberikan pengalaman-pengalaman baru yang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman mereka. Memberikan arahan untuk mengembangkan kreatifitas mereka melalui teknologi dengan menggunakan media yang menarik seperti canva dan Youtube sebagai penugasan mereka. Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan kreatifitas mereka serta mengembangkan perilaku berpikir kritis serta tidak tertinggal dengan perkembangan zaman.
Selain itu, saya juga berfokus pada pendidikan budi pekerti anak, bagaimana mereka bisa menghormati diri sendiri dan menghargai orang lain, melaksanakan ajaran agama yang dianutnya serta membiasakan mereka untuk melaksanakan aturan atau tata tertib dengan kehendak mereka sendiri tanpa adanya suruhan atau paksaan.
itulah pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan serta implementasi saya terkait pemikiran-pemikiran beliau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H