Lihat ke Halaman Asli

Rial Roja

Digital Marketing/Content Writer

Gig Economy: Apakah ini Masa Depan Ketenagakerjaan Indonesia?

Diperbarui: 26 November 2024   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Seorang Pria Sedang Menggunakan Laptop. (Sumber: Pixabay/geralt)

Istilah gig economy telah menjadi perbincangan semua orang dalam beberapa tahun terakhir. Ide ini berkisar pada struktur kerja yang fleksibel di mana individu tidak terikat pada kontrak permanen dengan satu perusahaan namun mengambil berbagai proyek, penugasan, atau pekerjaan jangka pendek. Dengan maraknya platform digital seperti Gojek, Grab, Upwork, dan Tokopedia, gig economy telah menjadi bagian penting dari lanskap ketenagakerjaan di Indonesia. Namun apakah hal ini benar-benar merupakan masa depan dunia kerja di Indonesia atau hanya fenomena sementara?

Mengapa Gig Economy Semakin Populer?

Ada beberapa alasan mengapa gig economy begitu diminati banyak orang, termasuk para pekerja dan pebisnis. Bagi mereka yang bekerja, hal ini menawarkan fleksibilitas yang biasanya tidak dimiliki oleh pekerjaan tradisional. Pekerja gig memiliki otonomi untuk memilih jam kerja, mencari pekerjaan yang sesuai dengan keterampilannya, dan menjaga keseimbangan kehidupan kerja yang sehat. Fleksibilitas ini sangat menarik bagi generasi muda seperti Gen Z dan milenial, yang sering kali mengutamakan kebebasan dan keseimbangan dibandingkan stabilitas pekerjaan jangka panjang.

Jika Anda mempertimbangkan sisi bisnis, gig economy adalah strategi penghematan biaya. Dengan mempekerjakan pekerja lepas atau pekerja kontrak, perusahaan dapat mengurangi pengeluaran seperti asuransi kesehatan, tunjangan dan kewajiban pensiun. Mengingat ketidakpastian perekonomian global, model ini menawarkan fleksibilitas penting yang diperlukan untuk bertahan hidup.

Potensi Besar untuk Indonesia

Indonesia kini menjadi pusat gig economy yang dinamis. Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta orang, yang sebagian besar terdiri dari generasi muda, negara ini memiliki angkatan kerja yang besar dan beragam. Perluasan teknologi dan akses internet yang lebih besar juga memungkinkan lebih banyak individu untuk bergabung dalam gig economy. Bidang-bidang seperti transportasi, pesan-antar makanan, pemasaran digital, desain grafis, dan pendidikan online kini menjadi komponen penting dari perubahan ini.

Bagi mereka yang berada di daerah pedesaan, gig economy telah membuka kemungkinan-kemungkinan yang sebelumnya tidak mungkin tercapai. Hanya dengan koneksi internet, seseorang yang tinggal di desa kecil bisa menjadi desainer grafis untuk klien dari negara lain atau penulis konten untuk startup yang berbasis di Jakarta.

Tantangan yang Perlu Diatasi

Meskipun gig economy memberikan banyak manfaat, namun juga menghadirkan berbagai tantangan. Permasalahan utamanya adalah kurangnya perlindungan sosial bagi pekerja. Karena mereka dipandang sebagai wiraswasta, pekerja pertunjukan seringkali tidak memiliki akses terhadap asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, atau keamanan kerja. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap risiko selama masa sakit atau kehilangan pekerjaan dibandingkan dengan pekerja tradisional.

Kendala lainnya adalah inkonsistensi pendapatan. Pekerja gig sering kali mengandalkan jumlah pekerjaan atau proyek yang mereka selesaikan untuk mendapatkan penghasilan. Dalam perekonomian yang lemah atau ketika permintaan menurun, hal ini dapat menimbulkan tantangan besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline