Lobster (Nephropidae) merupakan hasil laut bernilai ekonomi tinggi. Peminatnya datang dari luar dan dalam negri. Negri China, Korea Selatan, Singapura dan Jepang, beberapa negara tujuan ekspor lobster Indonesia.
Pun di dalam negri, meski harganya mahal, penikmatnya tak surut. Penulis mencicipnya saat ditraktir teman santap malam di restaurant di Makasar, ibu kota Sulawesi Selatan, provinsi penghasilnya. Meski harga makanannya selangit, pengunjung ramai memenuhi.
Karena harganya menggiurkan, bisnis di semua rantai lobster memikat banyak kalangan, terutama pemodal kuat dan aparat pemerintah yang ikut cawe-cawe.
Penulis teringat Edy Prabowo, mantan mentri Perikanan dan Kelautan yang didakwa terima suap Rp 25,7 Milyar terkait izin ekspor Benur 2001 (sumber). Bagaimana pemodal tidak tergiur di bisnis ini ? Untung selangit dan konsumennya membludak. Namun, apakah nelayan dan warga tinggal dekat pembudidayaannya menikmati manisnya bisnis ini? Berikut ceritaku.
Penulis sempat live in di salah satu desa pesisir penghasilnya. Sebagian besar pemilik kerambah lobster di laut dan sekitarnya adalah pemodal besar yang tidak tinggal di sana. Nalayan lokal menjadi pemilihara -- tepatnya buruh -- yang membudidayakan dan memelihara lobster setiap hari dengan segala resiko. Meski begitu, ada pula warga lokal yang memilikinya.
Sebagian besar lobster dibudidayakan nelayan di tengah laut. Sebagian kecilnya bertengger di dekat pesisir. Kita melihatnya beberapa keramba terapung dari jarak 50 an meter dari garis pantai.
Binatang laut jenis kepiting ini mahal karena dinilai kaya protein dan gizi. Makanannya rajungan, cumi-cumi, kerang, tiram dan ikan rucah serta ikan-ikan planton yang berkeliaran di dasar laut.
Sementara keramba di tengah laut, tak terjangkau pendangan mata. Minimnya makanan berupa planton ikan kecil bagi lobster -- ini disebabkan penuhnya sampah -- mendorong nelayan memidahkan keramba ke tengah laut.
Karena posisi kerambah berada di tengah laut, jauh dari desa, nelayan merawat dan menjaganya penuh resiko. Oleh karena itu, biasanya di samping hamparan keramba lobster terdapat rumah apung sederhana. Itulah rumah penjaga yang mengawal pemeliharaanya. Hujan dan badai di tengah laut saat malam hari misalnya, harus penjaga hadapi dengan perhitungan. Kecermatan membaca cuaca laut, keahlian nelayan yang dipelajari turun menurun.