[caption caption="Bob Marley, Rastafaria Papua"][/caption]
Sebelumnya, aku ingin mengatakan kalau aku adalah Perokok aktif yang disetiap harinya menghabiskan tidak kurang dari 20 batang rokok.
Aku sangat tidak setuju kalau rokok disamakan dengan Narkoba. Meski bukan pengguna Narkoba, perlu aku "rahasiakan" kalau di kampungku Narkoba (jenis Ganja) bukan barang mahal, bahkan per 3 linting harganya sama dengan 5 batang rokok harga sekarang.
Yang aku takutkan bukan harga rokok yang jadi mahal, tapi kemungkinan perokok yang bukan pengguna Narkoba di kampungku beralih ke Ganja. Untungnya, kedua bocah di rumah masih balita, jadi sebenarnya itu bukan urusanku. Namun, sejujurnya, aku sangat berharap pihak berwenang bisa lebih tegas lagi, apalagi di kampungku.
Secara pribadi, aku sangat setuju harga rokok naik seperti yang dimaksud Pemerintah. Kalau tidak salah, setauku, rokok yang biasa aku beli Rp 20 ribu per bungkus, bulan depan akan jadi Rp 70 ribu (koreksi kalau salah).
Kenapa aku setuju. Sependek yang aku tahu, Perokok itu adalah kami dari kalangan menengah ke bawah. Kalau pun ada dari kalangan menengah keatas, itu bisa dihitung dengan jari, dan bukan perokok sepertiku.
Jadi menurutku, kebijakan tersebut, secara langsung bakal mengurangi jumlah Perokok sekitar 75%. Selain paham kalau rokok memang berbahaya, uang Rp 75 ribu itu gaji harian terbesar bagi buruh tani di kampungku (itupun masih jarang). Bahkan, aku yang terbilang sedikit beruntung, punya niat berhenti sekalipun rokok hanya naik sekitar Rp 20 ribu per bungkus.
Selain yang aku takutkan diatas, aku juga was-was pabrik rokok akan tutup karena minimnya penjualan. Menurut Kompas 2010 lalu, Indonesia adalah negara dengan jumlah pabrik rokok terbanyak di dunia, yakni sekitar 3.800 buah. Dan menurut Menteri Perindustrian 2015 yang lalu, 6,1 juta orang adalah buruh di pabrik rokok.
Bayangkan kalau setengah dari 3.800 pabrik rokok saja yang tutup, artinya akan ada 3,5 juta orang pengangguran baru, belum lagi para petani tembakau yang ada.
Berhenti merokok memang dimulai dari diri sendiri. Tapi murahnya harga rokok, terkadang membuat tergoda untuk lagi dan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H