Buat penggemar drama korea (drakor), mungkin pernah menonton drakor dengan judul yang sama seperti judul artikel ini. Drakor It's Okay to be not okay berkisah tentang hubungan asmara yang tidak biasa antara dua orang yang akhirnya saling menyembuhkan luka emosional dan psikologis satu sama lain.
Seringkali kita membalut diri dengan kepalsuan hanya demi terlihat menyenangkan bagi orang lain atau untuk menutupi perasaan kita yang sebenarnya. Entah kita ingin terlihat tegar di mata orang lain atau tidak ingin merasa dikasihani oleh orang lain, atau bisa jadi kita ingin tampak baik-baik saja dan dianggap menyenangkan bagi orang lain. Situasi itulah yang dialami para tokoh drakor di atas. Tapi saya sedang tidak ingin membahas drakor itu di tulisan ini ya :)
Pernah ditinggalin pacar?
Pernah di PHP in calon pacar?
Pernah merindu seseorang tapi ternyata orang itu enggak membalas cinta kita karena sudah berdua dengan yang lain?
Duh, sakit ya. Rasanya ambyar seambyar-ambyarnya ya kan. Tapi yang sering kita lakukan adalah berusaha tampak tegar dan kuat di tengah badai perasaan yang sedang berlangsung dan bilang aku ora popo.
It's okay to be not okay ....
Enggak enak banget rasanya saat kita harus berakting bahagia dan gembira ketika hati kita terasa sakit dan pedih. Di tingkatan psikologi yang lebih jauh lagi bahkan bisa menimbulkan trauma mendalam di kehidupan kita. Sehingga menghambat perkembangan diri maupun kehidupan sosial kita.
It's okay to be not okay, kawan.
Setidaknya kita berusaha untuk jujur pada diri sendiri; karena berbohong itu enggak enak, meskipun berbohong pada diri sendiri. Mengakui bahwa kita merasa lemah dan kecewa menandakan bahwa kita ini memang adalah manusia biasa, yang bisa merasakan sedih, kecewa, marah bahkan ambyar sekalipun.