Lihat ke Halaman Asli

Idik Saeful Bahri

Seorang rakyat yang selalu menggugat

Mengenal Ciri dan Sifat Ahlussunnah wal Jamaah

Diperbarui: 16 Juni 2021   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenal Ciri dan Sifat Ahlussunnah wal Jamaah. | NU

1. Ahlussunnah selalu memelihara al-Jama'ah

Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah memiliki tugas untuk memelihara keutuhan Jama'ah Islam dalam pengertiannya yang luas (menyeluruh). Mereka menempuh jalan tersebut dengan pertimbangan yang cermat berdasarkan syari'at Yang Maha Bijaksana, satu-satunya Rabb yang memiliki aturan yang dapat membebaskan penguasaan hawa nafsu.

2. Ahlussunnah Selalu Bersikap Tasamuh (Toleran)

Seorang penganut Ahlussunnah yang betul-betul memahami esensi dan kriteria Aswaja akan memiliki perilaku yang tidak hanya toleran, menghargai perbedaan dan cinta damai terhadap sesama muslim, tapi juga akan bersikap yang sama pada non-muslim yang tidak berbuat zalim. 

Baca juga: Memahami Landasan Pokok Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah

Sebaliknya, seorang Ahlussunnah yang bersikap keras pada sesamanya menunjukkan ketidakmampuannya dalam memahami ajaran utama Ahlussunnah. Ada beberapa faktor yang mendasari hal ini.

Pertama, Ahlussunnah secara fitrah selalu toleran pada perbedaan madzhab akidah. Aqidah disebut sebagai masalah pokok agama (ushuluddin). Sehingga ada anggapan di kalangan sebagian penganut Ahlul Hadits atau Atsariyah, bahwa aqidah mereka adalah satu-satunya aqidah yang benar. Dan bahwa masalah aqidah adalah masalah prinsip yang tidak boleh ada kompromi. Demikian juga, ada anggapan di kalangan sebagian penganut aqidah Asy'ariyah bahwa madzhab aqidah mereka yang terbaik dan paling benar. Sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, anggapan ini juga tidak benar.

Diterimanya tiga akidah yang berbeda yaitu Asy'ariyah, Maturidiyah dan Ahlul Hadits sebagai bagian dari aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah membawa konsekuensi bahwa kebenaran dalam konsep aqidah tidaklah tunggal. Pengikut aqidah Ahlul Hadits, misalnya, tidak bisa menilai pengikut Asy'ariyah dan Maturidiyah sebagai sesat hanya karena tidak sesuai dengan akidah Ahlul Hadits. Demikian juga, penganut Asy'ariyah tidak boleh menganggap sesat pengikut akidah Maturidiyah dan Ahlul Hadits hanya karena pendapatnya berbeda dengan Asy'ariyah, dan seterusnya.

Seorang pengikut Asy'ariyah sewajarnya mengamalkan akidah Asy'ariyah untuk dirinya sendiri. Namun, hendaknya  tidak menggunakan pandangan akidah Asy'ariyah untuk menilai pengikut madzhab Maturidiyah dan Ahlul Hadits.

Toleransi pada perbedaan aqidah hanya bisa terjadi apabila minimal para ulama dan ustadz dari masing-masing madzhab aqidah juga mempelajari dan memahami madzhab aqidah yang lain. Ulama Asy'ariyah hendaknya juga mengkaji dasar-dasar aqidah Ahlul Hadits dan Maturidiyah. 

Begitu juga, penganut madzhab Ahlul Hadits mengkaji dasar-dasar akidah Asy'ariyah dan Maturidiyah. Dan yang tak kalah penting adalah menjadikan perbedaan yang ada sebagai perbedaan ijtihadi yang sama-sama benarnya. Sehingga tidak ada ruang untuk menyalahkan atau menyesatkan madzhab aqidah yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline