Akses pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, biaya pendidikan yang tinggi seringkali menjadi hambatan bagi banyak orang, terutama bagi keluarga kurang mampu. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (https://www.bps.go.id/), rata-rata biaya pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Pada tahun 2023, rata-rata biaya pendidikan per siswa mencapai Rp7.2 juta per tahun. Keterbatasan akses pembiayaan pendidikan menjadi masalah yang tak kunjung selesai. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (https://www.kemdikbud.go.id/) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, hanya 30% mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah. Hal ini mendorong munculnya alternatif pembiayaan pendidikan, salah satunya adalah pinjaman online (pinjol).
Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (https://www.ojk.go.id/), pada tahun 2023 terdapat 103 penyelenggara pinjol yang terdaftar dan berizin resmi. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Indonesia AFTECH (https://fintech.id/) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 65% mahasiswa pernah menggunakan pinjol. Data dari Bank Indonesia (https://www.bi.go.id/id) menunjukkan bahwa rata-rata bunga pinjol mencapai 30% per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bunga kredit bank yang berkisar antara 6% hingga 10% per tahun.
Pada tahun 2023, Otoritas Jasa Keuangan mencatat ada 3.200 kasus penipuan pinjol yang dilaporkan oleh masyarakat. Kondisi ini tentunya harus disikapi oleh pemerintah dengan bijak. Pemerintah diharapkan mampu mengatasi permasalahan ini. Pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. Bukankah amanat dari kontitusi yang tercantum dalam Undang-Udang Dasar 1945 yang dinyatakan dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2) UUD 1945 mengamanatkan bahwa : Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan, negara berkewajiban menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang mengatur pendidikan dasar wajib bagi semua anak usia tujuh tahun ke atas, pendidikan lanjutan bagi mereka yang memenuhi syarat, pendidikan tinggi yang bersifat terbuka dan demokratis. Pasal 31 ayat (3) dan (4) UUD 1945 juga menegaskan peran pemerintah dalam pendidikan, yaitu: pemerintah memprioritaskan pengembangan pendidikan nasional, pemerintah berhak mendirikan lembaga pendidikan, pemerintah wajib membiayai pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu.
Jauh sebelum itu, pada masa pemerintahan Presiden Soekarno telah tercantum bagaimana pendidikan itu seharusnya diselenggarakan. Hal ini termuat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969 yang menyatakan bahwa peran negara untuk menyelenggarakan kebijaksanaan dan sistem pendidikan nasional yang tertuju kearah pembentukan tenaga-tenaga ahli dalam pembangunan sesuai dengan syarat-syarat manusia sosial Indonesia, yang berwatak luhur. Selanjutnya dinyatakan juga terkait anggaran pendidikan sesuai Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XXVII/MPRS/1966 tentang agama, pendidikan dan kebudayaan bahwa anggaran pendidikan dialokasikan sebesar 25% dan dilaksanakan dalam hubungan perbaikan nasib guru/pendidikan/bangsa. Melihat kondisi saat ini sungguh ironi. Dengan kondisi ekonomi negara yang lebih baik dari era Presiden Soekarno justru presentase anggaran pendidikan lebih rendah. Mari kita renungkan hal ini!
Kembali lagi kita fokus pada fenomena pinjaman online pendidikan. Bagaimana seharusnya menyikapi hal tersebut? Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi fenomena pinjol pendidikan ini. Dalam skala mikro, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan edukasi dan literasi keuangan bagi mahasiswa. Mahasiswa perlu memahami tentang resiko dan bahaya pinjol sebelum mereka memutuskan untuk meminjam uang. Pemerintah juga perlu memperketat pengawasan terhadap pinjol, terutama pinjol ilegal. OJK perlu melakukan tindakan tegas terhadap pinjol ilegal yang tidak memiliki izin resmi. Apabila kita tarik lebih jauh lagi fenomena pinjol pendidikan merupakan efek dari permasalahan anggaran pendidikan yang tak kunjung selesai. Sejak tahun 2009, pemerintah telah mengalokasikan 20 % dari APBN untuk anggaran pendidikan (mandatory spending), sesuai dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa permasalahan anggaran pendidikan yang terjadi yaitu : pertama, menyangkut tentang alokasi anggaran pendidikan yang perlu ditingkatkan. Kedua, inefisiensi penggunaan anggaran. Dimana masih terdapat inefisiensi dalam penggunaan anggaran pendidikan, seperti pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan kebutuhan, penyalahgunaan dana, dan ketidaksamaan distribusi anggaran antar daerah. Selanjutnya, Ketimpangan distribusi anggaran. Selanjutnya yang ketiga, distribusi anggaran pendidikan antar daerah belum merata, sehingga kualitas pendidikan di daerah-daerah terpencil dan tertinggal masih tertinggal jauh dibandingkan dengan daerah-daerah maju.
Untuk mengatasi permasalahan anggaran pendidikan, beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu :
1. Meningkatkan Alokasi Anggaran Pendidikan
- Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran pendidikan terhadap APBN hingga mencapai 20% atau lebih.
- Hal ini dapat dilakukan dengan mengalokasikan kembali anggaran dari sektor lain yang dirasa tidak terlalu penting atau dengan mencari sumber-sumber pendanaan baru, seperti pajak pendidikan atau kerjasama dengan pihak swasta.
2. Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Penggunaan Anggaran
Pemerintah perlu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran pendidikan dengan melakukan beberapa langkah, seperti:
- Memperkuat pengawasan terhadap penggunaan anggaran pendidikan.
- Melakukan audit secara berkala untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan anggaran.
- Meningkatkan transparansi dalam penggunaan anggaran pendidikan.
- Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan anggaran.
3. Memastikan Pemerataan Distribusi Anggaran
- Pemerintah perlu memastikan pemerataan distribusi anggaran pendidikan antar daerah.
- Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan alokasi anggaran yang lebih besar kepada daerah-daerah terpencil dan tertinggal.
- Pemerintah juga perlu mengembangkan formula alokasi anggaran yang lebih adil dan berkelanjutan.