Lihat ke Halaman Asli

Iden Ridwan

Mahasiswa

Aku Sadar, Ini Terlalu Awal untuk Memberi Nasehat

Diperbarui: 11 Agustus 2024   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Daniel Houwing on Unsplash   

Aku sadar, ini terlalu awal untuk memberi nasehat, tetapi ada sesuatu dalam diriku yang memaksa kata-kata ini untuk keluar, seperti bara api yang tak bisa dipadamkan. Setiap kali aku memandangmu, setiap kali aku mendengar suaramu, ada rasa nyeri yang menusuk, seperti duri yang menghujam batin, meninggalkan luka yang tak kunjung sembuh. 

Apakah kamu benar-benar memahami apa yang sedang kamu lakukan---atau mungkin kamu terlalu buta untuk menyadarinya? Mungkin kamu terlalu sibuk dengan bayangan egomu sendiri, terperangkap dalam labirin ilusi, sehingga tak lagi bisa melihat bahwa dunia ini telah berubah, tak lagi seperti dulu.

Ketika aku mencoba berbicara, suaraku tenggelam dalam kekosongan yang dingin. Seolah-olah setiap kata yang keluar hanya terpantul kembali dari dinding keangkuhan dan ketidakpedulianmu. Seperti kata Nietzsche, "Keyakinan terbesar yang selalu membuat manusia menderita adalah keyakinan bahwa mereka tahu apa yang benar." Apakah kamu benar-benar yakin setiap keputusan yang kamu buat, setiap langkah yang kamu ambil, adalah pilihan yang bijak? Atau mungkin, kamu sebenarnya tak peduli sama sekali?

Mungkin aku salah, mungkin aku terlalu cepat menilai, tetapi lihatlah apa yang terjadi di sekitarmu. Dunia ini bukan lagi tempat di mana kebenaran dan keadilan berdiri tegak tanpa goyah. Setiap langkahmu tampaknya hanya meruntuhkan sedikit demi sedikit fondasi kepercayaan yang pernah aku miliki. Apakah ini yang kamu inginkan? Menghancurkan semuanya? Mengubur harapan hingga tak ada yang tersisa kecuali reruntuhan?

Aku sadar, aku belum layak memberi nasehat. Aku belum cukup lama hidup untuk mengerti semua sisi kehidupan. Namun, aku tahu bahwa apa yang terjadi di depan mataku bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan. Seperti yang dikatakan oleh Sokrates, "Hidup yang tidak direnungkan, tidak layak untuk dijalani." Kekecewaan ini bukanlah sesuatu yang bisa disembunyikan, tidak dengan senyuman palsu, tidak dengan kata-kata manis yang penuh kebohongan.

Lihatlah sekelilingmu! Apa yang kamu lihat? Apakah ini benar-benar dunia yang ingin kamu ciptakan? Sebuah tempat di mana hanya mereka yang kuat dan tak berperasaan yang bertahan, sementara yang lemah diinjak-injak di bawah kaki mereka? Jika ini jalannya, maka apa makna dari semua ini? Mengapa kita harus hidup, jika hanya untuk menyakiti dan disakiti?

Aku sadar, ini terlalu dini untuk memberi nasehat. Tetapi ini juga terlalu dini untuk menyerah pada kebodohan dan kesalahan yang sebenarnya bisa kita hindari. Tidakkah kamu merasa lelah? Tidakkah kamu menyadari bahwa semua ini semakin tidak masuk akal?

Kamu bisa terus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, bahwa tidak ada yang salah. Namun, aku tak bisa lagi diam. Setiap detik yang berlalu, setiap kata yang tak terucap, hanya memperdalam luka ini. Jadi, izinkan aku mengatakan ini, meskipun mungkin kamu takkan mendengarnya: Bangunlah dari mimpi fana itu, dan lihatlah dunia ini apa adanya. Sebelum semuanya terlambat.

Seperti yang dikatakan Marcus Aurelius, "Jangan menunggu untuk bertindak, hidupmu berakar di saat ini. Percepatlah perubahan sebelum waktu merenggut segalanya darimu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline