Lihat ke Halaman Asli

Iden Ridwan

Mahasiswa

Menunggu Kematian Kedua

Diperbarui: 7 April 2024   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Ada kegelapan yang mengendap dalam setiap helaan napasnya, mengingatkannya pada ketiadaan makna. Sebuah eksistensi yang terjebak dalam labirin, tiada ujung yang jelas, hanya gerakan melingkar tanpa arah. Tiap detik adalah perjalanan ke titik nadir yang tak terjangkau.

Kematian kedua, konsep yang merayap di benaknya seperti bayangan yang tak pernah lepas. Itu bukanlah rasa ingin mati, melainkan perasaan terhimpit dalam eksistensi yang tak berarti. Hidupnya terasa seperti menghadapi kehampaan yang tak tertandingi oleh kehadiran apa pun di sekelilingnya.

Setiap usaha untuk menemukan cahaya hanya menghadirkan bayang-bayang yang lebih gelap. Kesepian bukanlah keadaan fisik semata, melainkan kekosongan yang merayap di setiap sudut pikirannya. Baginya, relung kesunyian adalah tempat yang lebih nyaman daripada ramainya kehidupan yang tak pernah mampu mengisi rongga di hatinya.

Pada akhirnya, dia menyadari bahwa tidak ada tempat untuknya di dunia ini. Bukan karena dia tidak cukup berusaha, melainkan karena dunia ini sendiri tak menawarkan tempat yang layak untuknya. Kegelapan adalah rumah terakhir yang menyambutnya, menutupi kesedihan dan kekosongan yang merajalela di dalam dirinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline