Lihat ke Halaman Asli

Perempuan mengerikan itu bernama....Ibu

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menonton Film Marley and Me yang baru saja ditayangkan salah satu televisi swasta, bagai melihat penggalan cerita dari film Hachiko, atau malah sebaliknya, sebab film Marley and Me diproduksi tahun 2007, sedang Hachiko baru diproduksi tahun 2009.

Marley and Me dan Hachiko, keduanya sama-sama memposisikan seekor anjing sebagai teman setia, kesetiaan yang tanpa pamrih, kesetiaan yang tak mengenal ruang dan waktu, kesetiaan yang tak mengenal uang dan jabatan. Bahkan sedemikian berharganya kenangan antara keluarga dan sianjing dalam film Marley and Me, sampai John, si pemeran utama menyatakan “Berikanlah hatimu padanya (anjing), maka dia (anjing) akan memberikan hatinya padamu.”

Tapi, kolom ini tidak aku tulis untuk meresensi kedua film ini. aku lebih tertarik pada penggalan kisah dalam cerita Marley and Me. Jauh sebelum aku melihat film ini, aku sudah sering bertanya dalam hati, kenapa sebagian besar pasangan di dunia barat takut membangun komitmen pernikahan dan tentu saja punya anak. Mereka lebih memilih pacaran, menjalin hubungan tanpa ikatan pernikahan yang dalam adat Jawa biasa disebut Kumpul Kebo. Dan kenyataannya mereka santai saja, easy going tanpa merasa melakukan kesalahan. Bahkan banyak diantara mereka, baik laki-laki maupun perempuan yang memilih melajang sampai tua.

Padahal di Indonesia, khususnya di Jawa, menikah, berkeluarga dan memiliki keturunan adalah sebuah hal yang hampir pasti dilakukan, menjadi bagian dari garis hidup. Anak, keturunan, memberi banyak makna, yaitu sebagai bukti bahwa seseorang tidak kopong alias mandul, dia bisa memproduksi sekaligus bisa bereproduksi.Memiliki anak juga selalu dinantikan sebuah keluarga karena pada anaklah mereka menggantungkan kehidupan saat usia mereka senja, berharap kasih sayang yang mereka curahkan pada sang anak, akan berimbal balik ketika mereka tua nanti, bermetamorfosis menjadi anak kecil lagi.

Lantas what’s wrong, apa yang salah, kenapa orang barat memiliki pilihan hidup yang bagi bangsa timur terasa aneh dan kurang masuk akal?

Film Marley and Me memang tidak menjawab semuanya, tapi setidaknya sedikit menjawab penasaran. Adalah pasangan pengantin baru John Grogan dan Jenny Grogan (yang masing-masing diperankan Owen Wilson dan Jennifer Aniston), pindah dari Michigan ke Florida. Mereka berdua sama-sama jurnalis di koran lokal. Jenny adalah perempuan yang perfeksionis, yang selalu serius untuk merealisasikan setiap tahap rencana demi rencana dalam kehidupannya, termasuk memiliki anak. Tapi ternyata John belum siap. Bagi john dan suami-suami yang lain, lebih baik memiliki seekor anjing daripada memiliki seorang bayi. Kekhawatiran itu jelas tercermin dari dialog antara John dan sahabatnya. “Dengan memiliki seekor anjing, kita tetap akan menjadi majikan. Tapi memiliki seorang bayi, kita akan menjadi ayah dengan tugas yang tidak ada habis-habisnya.”

Demikian pula, ternyata bukan hal yang gampang bagi seorang suami untuk melihat perubahan pasangannya, dari seorang istri menjadi seorang Ibu. “Maka lihatlah, engkau akan melihat perubahan yang tidak kamu inginkan dari istrimu. Dia akan menjadi gendut, bergelambir dan tidak sedap dipandang. Dia akan selalu mengomel, marah-marah, menyuruh-nyuruh kamu melakukan sesuatu, dan apapun yang kamu lakukan selalu tidak benar dimatanya. Dia akan menjadi perempuan yang mengerikan dan kamu akan kehilangan hari-harimu dan selalu direpotkan seumur hidupmu. Well, dan salah satu cara agar kamu bisa menaklukkan hatinya adalah, belikan dia berlian.”

Baik langsung atau tidak, penggalan dialog dalam film ini seolah ingin menunjukkan bahwa menjadi seorang ibu bukanlah hal yang mudah, terlalu banyak perubahan hidup dan hal lain yang musti dikorbankan (termasuk kebersamaan bersama pasangan).Hamil, menyusui dan kesibukan membesarkan anak, seolah menjadi kambing hitam dimana Ibu bukan lagi status yang baik, tapi malah mengerikan. Dari menonton film ini pula dapat ditarik kesimpulan, bahwa di dunia barat yang sekuler,yang memposisikan sama antara laki-laki dan perempuan, ternyata pikiran patriarkhi tetap tidak bisa dihapus begitu saja. Menikah, berkeluarga dan memiliki keturunan adalah pilihan hidup yang pasti mengandung risiko. Dan meski tidak semua, sebagian laki-laki nampaknya memilih enjoy menikmati kehidupan dengan pasangannya daripada harus diganggu dengan risiko tersebut.

Ada satu lagi film yang satu kalimatnya sangat menarik, dalam The Twilight Saga; Eclipse, yaitu alasan Bella saat menolak ajakan menikah Edward Cullen sang vampire. “Aku tidak mau menikah denganmu karena bagiku, pernikahan itu hanyalah selembar kertas, cara lain seseorang mengatakan bahwa aku baru saja hamil.” (Nah kalau kalimat yang ini lebih emansipatif , hehehe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline