Lihat ke Halaman Asli

Belajar Eksis 2: Scribo Ergo Sum

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Apa pentingnya menulis ?

Kakak laki-laki ku, satu dari empat saudaraku, yang sekarang kira-kira usianya 35 tahun, sangat suka menulis. Itu ku ketahui sejak dia duduk di bangku SMA. Seluruh pengalaman hidupnya, dia tuangkan dalam bentuk tulisan. Kurang lebih, jalan hidupnya selama 6 tahun (SMA- Kuliah) dia abadikan menjadi 10 buku tebal-tebal. Sayangnya, waktu itu budaya mengetik di computer, apalagi posting-memposting, sama sekali belum ada. Mungkin jika waktu itu Kompasiana sudah hadir di tengah-tengah kita, kakakku termasuk salah satu Kompasianer yang paling rajin menulis. Sampai hari ini, catatan harian kakakku itu, yang kebetulan (tanpa alasan yang jelas) diberikan padaku, masih aku simpan manis di deretan koleksi perpustakaan sederhanaku.

Aku sendiri, mulai belajar menulis ketika sudah kuliah. Sama sekali bukan tulisan yang penting. Bahkan saat itu niatku menulis bukan untuk menulis, hanya sekedar menundukkan emosiku yang biasanya sedang keruh-keruhnya. Dan sebab semangatku menulis hanya saat-saat bad mood, sedih, merasa sendiri dan kesepian. Saat senang, dapat dipastikan, buku pribadiku pasti tersimpan manis di pojok almari bajuku.

Setelah hampir 10 tahun, ketika tanpa sengaja aku membuka lembaran buku lamaku yang sudah lapuk, aku terhenyak. Betapa buku pribadiku yang dulu tidak aku anggap penting itu menjadi sangat berharga.

Otak, memiliki kemampuan mengingat yang sangat terbatas. Bahkan mungkin hanya 10 % dari seluruh pengalaman hidup yang di lalui. Sementara tulisan, dia memuat dengan gamblang dan jelas, setiap inci dari apa yang kita lakukan dan temui saat itu. Hal penting yang -karena keterbatasan otak- yang sekarang ini sudah terlupakan, akan terekam dengan jelas lewat larik-larik tulisan yang –seharusnya- kita buat.

Yang lebih penting lagi adalah, ‘Pelajaran hidup’. “Seseorang yang mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya, tidak ada bedanya dengan keledai”. Mau keledai kek, mau sapi kek, mau kambing kek! Inginnya kesalahan kedua tidak diulang, tapi kesalahan pertama sudah lupa. Lantas siapa yang salah? Nah disinilah kita menemukan dahsyatnya tulisan.Sebuah tulisan, akan selalu menjadi cermin bagi pembacanya, akan selalu menjadi pengingat bagi yang lupa, akan selalu menjadi abadi, tanpa ada yang harus pura-pura amnesia atau lupa ingatan!

Nah kawan, bayangkan!!! Ketika lewat catatan pribadi saja kita dapat memetik manfaat yang sedemikan luar biasanya, apa jadinya jika kita menulis berbagai hal yang jauh lebih penting, bermanfaat bagi orang banyak, bermakna bagi sesama!

Cogito Ergo Sum, aku berpikir maka aku ada.

Scribo Ergo Sum, aku menulis maka aku ada.

Menulislah! Agar kematianmu tidak sia-sia.

Agar sejarah tetap mengingatmu lewat ketajaman mata pena otakmu!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline