Sampai hari ini saya tidak habis pikir, bagaimana bisa Rara teman kantor, teman ngobrol bisa selama ini menutupi kehamilannya. Rahasia Rara terkuak beberapa minggu yang lalu, saat di WA grup tiba-tiba Rara menyampaikan bahwa hari itu dia tidak bisa bekerja karena anaknya meninggal.
Bagai disambar petir di siang bolong kami semua kaget setengah mati bagaimana Rara yang pendiam, baik, sopan, dan tentunya masih gadis hamil dan menutupi penderitaannya seorang diri, kami semua tidak ada yang tahu saat dia hamil sampai menjalani persalinan.
Rara gadis manis, pendiam, usia 26 tahun selama ini menjadi tulang punggung keluarga, Ayahnya sudah tidak bekerja karena dampak dari pandemi yang sudah terlalu lama. Selain kedua orang tua dia masih punya adik laki-laki yang masih kuliah dan satu orang duduk di bangku SMA.
Dengan penghasilan yang pas-pasan dia harus menafkahi 5 orang, sehingga tidak ada lagi waktu untuk berpacaran karena waktu yang dia miliki habis untuk bekerja fulltime dan berjualan online selepas bekerja di kantor.
Kegiatan sehari-hari Rara bekerja dari pukul 08.00 -- 16.00, kemudian langsung pulang karena harus berjualan online. Berbeda dengan kami teman-teman Rara yang masih sempat berkeliling mal saat akhir pekan, walaupun hanya menghilangkan kepenatan.
Pernah suatu saat kami mencoba membujuk Rara agar tidak menjomblo lagi, namum Rara selalu menolak dengan alasan menunggu sampai adiknya menyelesaikan kuliah sehingga si adik bisa bergantian membiayai keluarganya. Rasanya saya sendiri tidak akan sanggup kalau berperan sebagai Rara, cukup berat hidup dia.
Rarapun pernah bercerita bahwa jika dia bertemu jodoh maka akan segera menikah tidak mau pacaran, dia selalu menggoda kami yang kadang menangis berkepanjangan karena patah hati diputus cinta. dia akan berkomentar" nggak usah nangis Lin, kalau memang sudah siap punya pacar". begitu yang selalu dia sampaikan saat saya menangis.
Pagi selepas Rara memberi kabar kami mendatangi rumah Rara, agak sedikit sepi karena di musim pandemi orangpun agak segan untuk datang bertadziah. Kami disambut Rara yang tampak tegar, walaupun kehilangan buah hatinya yang berumur 2 tahun.
Kedua orang tua Rara tampak menyambut pelayat yang lain. Kamipun diam sulit untuk berbasa basi dalam kondisi seperti ini. Untung Pak Udin senior kami pandai untuk mencairkan suasana yang dingin."Ra, adek sakit apa? tanya Pak Udin dengan tampang sedikit bingung.
"Semalam panas, mau dibawa ke rumah sakit tapi belum sampe rumah sakit udah nggak ada di jalan pak" Rara menjawab pertanyaan pak Udin dengan salah tingkah.
Sejenak kamipun terdiam, sampai akhirnya Bapaknya Rara menyampaikan bahwa jenazah mau dimakamkan. saat itu kesempatan kami untuk izin pulang. "Kami pulang dulu ya Ra", nggak bisa ikut sampai ke makam, sambungku sambil berpamitan juga dengan kedua orang tuanya. Terima kasih ya Lin, teman-teman semua udah mau datang, sambung Rara. kamipun kemudian pulang dan kembali ke kantor.