Rania mengeluhkan sebuah tingkah laku anak balitanya. Rio, nama anak Rania, hanya mau memakai beberapa pasang pakaian saja di antara beberapa tumpuk pakaian yang disediakan untuknya.
Pilihannya berkisar antara 2 setelan souvenir dari daerah penghasil batik, 2 setelan piyama panjang yang mulai kekecilan, 2 setelan kaos bergambar traktor dan sekitar 2 sampai 3 celana pendek. Dengan demikian, Rio jelas menganut gaya fesyen mbah ringgo. Gaya fesyen yang dianut oleh sebagian anak-anak, biasanya anak usia dini. Mbah Ringgo yang akronim dari kumbah, garing, dienggo, yang berarti pakaian-pakaian itu selalu dalam posisi dicuci, kering, dipakai kembali. Mungkin kesempatan mereka mendiami lemari sangatlah kecil.
Rania mengeluhkan kelakuan Rio karena pakaian favorit anak balita itu sungguh terlihat kusam dan kumal. Jauh berbeda dari gaya abangnya yang mau dipakaikan baju dalam model, warna dan gaya apapun yang dipilihkan ibunya. Rasanya malu saat Rio memaksa memakai setelan yang sudah kucel untuk pergi jalan-jalan di mal. Apalagi kalau Rio bersikeras memakai piyama yang cingkrang dan kancing jepretnya sudah tidak berfungsi untuk pergi mengunjungi kakek dan neneknya. Rasanya Rania ingin menghilang saja saat tatapan mertuanya menatap lekat di pakaian Rio kemudian berpindah ke wajahnya.
Dalam keseharian, Rio memang sangat pilih kasih terhadap pakaian favoritnya. Dia memastikan pakaian itu ada di dalam kotak pakaiannya, siap pakai dalam keadaan kering dan bersih. Saat cuaca mendung dan Rania tergopoh-gopoh mengangkati jemuran, Rio memastikan pakaian favorit tidak terkena tetas air hujan yang mulai turun. Setiap usai mandi dan akan berpakaian, Rio mencari-cari sosok pakaian pilihannya.
Jika tak satupun dari pakaian tersebut ada di dalam lemari, dia akan berpaling ke Rania dan berseru,"Ndak ada. Kosong." Padahal di dalam lemari itu terdapat bertumpuk pakaian yang masih sangat layak, dengan warna yang masih tajam dan bahan yang masih licin layaknya baju baru. Setumpuk pakaian yang bukan pilihan seakan "tak telihat" oleh indra penglihatan Rio.
Selanjutnya, adegan Rio menghampiri bak setrika, bak plastik berisi pakaian bersih yang belum disetrika setalh diangkat dari jemuran. Setengah membungkuk, Rio akan menggali tumpukan pakaian yang sudah dilipat demi menemukan pakaian yang diinginkan. Runtuhlah sudah tumpukan pakaian yang merupakan prestasi Rania paling membanggakan. Bagaimana tidak? Melipat pakaian kering adalah satu pekerjaan domestik rumah tangga yang paling ingin Rania hindari. Pakaian bersih berserakan di lantai, Rio terus mencari hingga mendapatkan apa yang dicari. Jika ada, serakan pakaian tidak bertambah. Jika tidak?
Area yang dirambah Rio selanjutnya adalah tempat jemuran. Dia tekun menyusuri jemuran bundar terbuat dari plastik yang memiliki 30 tangkai untuk menjemur pakaian anak-anak dan pakaian dalam. Rio terpekik kegirangan saat menemukan salah satu pakaian kesayangan. Rio minta Rania mengangkat baju dan celana yang dimaksud lalu sibuk membalik bagian luar ke dalam sebelum mengenakannya sendiri.
Adegan-adegan di atas berulang setiap hari sepanjang hampir 1 tahun terakhir. Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak usia dini saat mereka hanya mau memakai pakaian tertentu?
Yang saya amati dari anak usia dini saat mereka menjadi picky wearer (pemakai yang pemilih) adalah beberapa hal berikut:
1. Identitas diri. Anak usia dini sedang mengembangkan kemampuan memahami identitas diri sendiri. Dengan memakai pakaian yang dapat ia pilih sendiri anak merasa ia mampu mengindentifikasi dirinya. Hal yang positif dalam membentuk citra diri sebagai sosok yang memahami selara, gaya dan kemauan diri sendiri.