Lihat ke Halaman Asli

Ida Nurbagus

An ordinary mom with extraordinary hope

Elpiji Dicinta, Indonesia pun Jaya

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14111439491320309608

Mengintip banyak tulisan dalam  Blog Competition Pertamina Kompasiana ini, membuat saya tertarik untuk ikut menulis juga. Meski pada bagian awal sedikit mengkritisi, namun di akhir tulisan,tak lupa saya memberi usul dan sedikit saran yang mudah-mudahan bisa membuat PERTAMINAsemakin berjaya di negeri sendiri, dicintai masyakarat dan tak lagi dicibir sebagai BUMN yang terus merugi.

Pertama, solusi dari karyawan sendiri

Dibanding pekerja pada umumnya, karyawan Pertamina (sepengetahuan saya) hidup makmur di atas rata-rata. Rumah dinas mereka (relative) mewah, lengkap dengan isinya. Dipelosok negeri, (yang saya tahu di Kalimantan) bandara (kecil) seolah dibuat untuk mobilitas para karyawan Pertamina. Merekalah pengelola minyak dan gas bumi di negeri ini. Sesuatu yang vital dan menyangkut hajat hidup orang banyak, karenanya mereka diberi banyak fasilitas dan kemudahan.

Beberapa waktu lalu, Jokowi (sebagai Gubernur DKI) sempat ‘ngamuk’saat mengadakan sidak dan melihat PNS di satu kantor kelurahan yang bekerja ‘ogah-ogah’an. Sontak terbersit dibenak saya, kalau PNS Pemda DKI saja dituntut bekerja secara professional, kenapa karyawan Pertamina tidak pernah terdengar diperlakukan demikian?

Tentang kenaikan harga Elpiji 12 kg. Saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (10/9/2014). Kepala Operasional Agen Elpiji PT Adhira Marsa, Hermansyah menerangkan, kenaikan dapat menurunkan minat beli masyarakat secara drastis.

"Penjualan bisa anjlok sampai 60 persen dari biasanya 25 ribu tabung per bulan, apalagi kenaikannya sekarang terlalu besar," ungkap Herman "Dampak kenaikan harga Elpiji 12 kg dapat berlangsung sekitar dua hingga tiga bulan. Baru isu harga akan naik saja, masyarakat sudah langsung beralih ke 3 kg, apalagi sudah benar-benar naik seperti ini, pasti penjualan anjlok," terangnya.

Pertanyaan saya selanjutnya,apa solusi yang ditawarkan Pertamina dalam menyiasati kondisi ini?

Sepengetahuan saya, pihak Pertamina (yang diwakili oleh Direktur Pemasaran Niaga Pertamina, Hanung) beberapa waktu lalu di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (10/9/2014) hanya sekedar mengumumkan, "Pada pagi ini saya menyampikan kenaikan harga elpiji 12 Kg diberlakukan mulai 10 September 2014 pukul 00.00 Rp 1.500 atau Rp 18 ribu per tabung," That’s all?

Sayapun kembali bertanya, untuk apa karyawan Pertamina dibayar mahal jika tidak memberi solusi apapun? Idealnya, dengan fasilitas yang mereka dapat, mereka harus berpikir keras, mencari cara dan solusi dalam menghadapi keadaan seperti saat ini.Saat harga barang (tabung elpiji 12kg) naik, apa yang harus diupayakan agar minat beli masyarakat tetap tinggi?

Menurut berita, Pertamina rugi trilyunan (sudah banyak tulisan yang membahas hitungannya) karena menjual harga elpiji 12kg dibawah harga pasar. Benarkah? Kenapa ini bisa terjadi?

Secara logika, Pertamina bisa melakukan apa saja untuk menaikan laba guna mendongkrak devisa (terlepas dari harus mendapat izin Presiden atau DPR), tapi kenapa (paling tidak diberitakan) merugi terus?

Barangkali, ini saatnya, Pertamina harus melakukan perbaikan birokrasi dan pengembangan sumber daya manusia yang ada di sana. Harus lahir terobosan-terobosan, baik yang sederhana maupun yang brilyan dari segenap karyawan yang ada untuk mendongkrak laba BUMN, tempat mereka bekerja.

Kedua tentang Tabung elpiji 12kg.

Ketika masyarakat masih memakai bahan bakar minyak tanah, tabung elpiji 12kg sudah dipakai oleh kelompok masyarakat menangah atas. Jadi sebetulnya kenaikan elpiji non subsiditidak perlu terlalu diributkan, penggunanya pun menerima begitu saja (meski dalam hati siapa yang tahu?)

Saat itu, elpiji 12kg, tidak tergantikan. Artinya, ketika mereka memakai elpiji 12kg, mereka tidak bisa dengan mudah pindah menjadi pemakai bahan bakar minyak tanah, karena kompornya saja berbeda dengan kompor minyak tanah.

Lain dengan sekarang, pengguna tabung non subsidi akan dengan gampang ‘pindah kelain hati’ karena para pemakai bisa dengan mudah memakai tabung hijau 3kg tanpa perlu merubah selang, regulator maupun katup/valve –nya.

Wajar jika kemudian oleh beberapa kalangan hal ini diprediksi akan memunculkanmigrasipengguna elpiji non subsidi ke elpiji kemasan 3 kg yang bersubsidi.

Sebagai pengguna tabung 12kg, kalau pindah total, sayapikir agak berlebihan.Karena bagaimanapun juga,tabung besar, jauh lebih comfort dengan waktu pemakaian lebih lama dan keamanan yang lebih terjaga (jarang terdengar tabung 12kg meledak). Tapi, karena rata-rata pemilik tabung elpiji non subsidi, juga memiliki tabung 3kg sebagai reserve alias cadangan maka, jika tabung 12kg-nya habis, mereka tidak langsung mengantinya dengan tabung 12kg dulu,untuk sementara mereka membeli yang 3kg dulu. Setelah dana memadai,barulah membeli tabung elpiji 12kg.

[caption id="attachment_324640" align="alignnone" width="300" caption="mudahnya berpindah ke lain hati"][/caption]

Migrasi pengguna elpiji 12kg ke elpiji kemasan 3kg tidak akan bertambah secara signifikan, tapi pembelian tabung 3kg, saya prediksi memang akan semakin marak. Kenyataan ini yang harus diantisipasi oleh pihak Pertamina.

Ini saatnya, Pertamina membuatterobosan-terobosan, baik yang sederhana maupun yang brilyan untuk keberlanjutan tabung elpiji 12kg ini.

Ketiga, Pertamina untung atau Rugi?

Sebelum konversi minyak tanah diberlakukan, harga minyak tanah saat itu Rp 2500. Kurang lebih sebanding dengan 1,5Lt air mineral botol.

Bagaimana mungkin, minyak tanah yang berasal jauh di dasarbumi, dimana untuk mengolahnya perlu teknologi dan alat-alat berat dengan biaya tinggi,harganya bisa sebanding dengan air mineral kemasan yang hanya butuh tehnologi penyulingan sebelum dikepas dan siap minum.Artinya,pemerintah (saat itu) mengelontorkan“subsidi” yang sedemikian besar bagi masyarakat pengguna minyak tanah. Wajar jika lambat laun pemerintah mulai ‘keberatan’ dengan subsidi ini, anggaran belanja “jebol” karena terlalu banyak menanggung subsidi.

Maka tahun 2007 pemerintah me’maksa’ masyarakat untuk tidak menggunakan bahan bakar minyak tanah lagi. Selain bendanya semakin langka, harga dipasaran dunia juga semakin tak terjangkau. “demi menyelamatkan keuangan negara” Wapres Jusuf Kalla mulai menggulirkan program konversi minyak tanah ke elpiji bersubsidi 3kg, tabung hijau.

Program konversiyang tadinya sempat mendapat penolakan, mulai diterima setelah masyarakat mendapat tabung hijau gratis lengkap dengan kompornya. Lambat laun,masyakarat semakin menyukai bahan elpijiini, karena sifatnya yang lebih praktis, bersih dan jauh lebih cepat pemanasannya jika dibandingkan dengan bahan bakar sebelumnya. Acara masak memasak di dapur menjadi lebih cepat dan menyenangkan.

Elpiji menjadi pilihan pengganti minyak tanah karena biaya produksinya yang lebih murah, sekitar Rp 4.200/liter.Sementara untuk satu satuan setara Minyak Tanah, biaya produksi 6.700/liter. Pemanfaatan elpiji jelas mengurangi konsumsi subsidi Minyak Tanah.

Setelah sekitar tujuh tahun program konversi diberlakukan. Tahun 2014 men­jadi tahun terakhir program Konversi Minyak Tanah ke Elpiji sejak tahun 2007. Pe­merintah menargetkan kon­versi minyak tanah ke Elpiji 3 kg sebanyak 58 juta kepala keluarga (KK).

VP Domestic Gas Perta­mina, Gigih Wahyu Hari Irianto mengatakan, program konversi minyak tanah ke Elpiji 3 Kilogram yang berjalan selama 7 tahun mampu menghemat subsidi bahan bakar sebesar Rp115,6 triliun dari 2007 hingga Maret 2014 ini. (http://www.pertamina.com). Sebelum tahun 2007 kuota minyak tanah sekitar 12 juta kl dan sekarang APBN 2014 kurang dari 1 juta kl. Hal ini menunjukkan proses konversi berlangsung baik , masyarakat menyambut positif dan pemerintah pun memperoleh manfaat dari program konversi ini.

Jadi kesimpulannya, Pertamina untung (dari program konversi) atau rugi (karena menjual tabung elpiji 12kg dibawah harga pasar)?

Usul dan saran

Dengan kondisi Pertamina yang serba dilemma seperti sekarang, menaikkan harga ditentang pemerintah - tidak menaikan harga akan merugi (Kerugian Pertamina hingga mencapai Rp. 17 Trilyun karena menunda kenaikan harga elpiji tabung 12kg sejak tahun 2009-2013) , namun opsimenaikan harga elpiji 12kg sepertinya harus diimbangi dengan menaikkan pelayanan kepada masyarakat penggunanya, sehingga pemakai tabung elpiji 12kg, tidak berpaling kelain hati (Bluegas, Harigas atau Go Gas (Surabaya), lebih-lebih berpaling ke tabung elpiji subsidi 3kg.

Beberapa hal simple yang bisa dilakukan Pertamina dalam meningkatkan pelayanan pada masyakarat, misalnya dengan :

1.1. Membuat katup – selang – dan regulator yang berbeda antara elpiji 12kg dengan elpiji 3kg. Artinya masyakarat kelas menengah atas (pengguna elpiji 12 kg) tidak dengan mudah bisa beralih menggunakan tabung subsidi 3kg.Contoh, tetangga saya pemakai Bluegas, yang (dipaksa) harus setia pada Bluegas, berapapun harga jual dipasaran karena Bluegas memiliki selang- regulator dan katub sendiri. Perlu effort lebih (beli selang baru- regulator baru dan katup baru) jika ingin pindah ke elpiji merk lain.

2.2. Peminjaman tabung gas elpij12kg. Ada kelas masyarakat yang sudah mampu, tapi merasa berat untuk membeli tabung elpiji 12kg. Seperti televisi berbayar yang meminjamkan parabola mini kepada para pelanggannya, mungkin Pertamina juga bisa meminjamkan tabung kepada pelanggannya, kalau dirasa perlu bisa diciptakan mekanisme pembelian tabung 12kg secara mencicil, artinya, pemakai diberi kemudahan dalam memiliki tabung 12 kg.

3.3. Beli 10 - Gratis 1, Dengan maraknya pemakai elpiji 12kg migrasi ke elpiji 3kg, iming-iming bonus beli sepuluh gratis satu barangkali bisa juga diterapkan. Sehingga pemakaitidak segan untuk ‘buru-buru menghabiskan’ elpiji 12kg.

4.4.Sidak dan tindak tegas Pengoplosan. Dibantu aparat penegak hukum Pertamina harus rajin melakukan sidak untuk menghindari pengoplosan tabung 3kg ke tabung 12kg. Pelaku yang kedapatan melakukan pengoplosan harus diberi hukuman berat, kalau perlu agen yang melakukan segera dicabut izinnya. Kalau ada oknum pertamina yang terlibat, juga harus ditindak tegas!

5.5.Menyertakan Tips dan Trik Dalam setiap pengisian ulang tabung elpiji 12 kg, barangkali perlu disertakan tips menghemat elpiji, misalnya ; * masaklah secukupnya sehingga tidak perlu sering-sering melakukan pemanasan makanan, selain menghemat elpiji makananpun menjadi lebih sehat. Ibu saya malah trik unik yang lain lagi, yaitu *usahakan untuk tidak mematikan kompor gas, hingga proses masak (banyak masakan) selesai. Misal, masak sayur, lalu merebus air, lalu menggoreng tempe. Semua dilakukan dengan satu kali menyalakan kompor. Menurut beliau, ini menghemat penggunaan elpiji, karena sekali meng-klik kompor, energy yang dibutuhkan sangat besar, sehingga beliau selalu berusaha sedikit mungkin mematikan kompor sampai proses masak selesai.

Sebagai penutup, ke depan semoga masyarakat Indonesia bisa mendapatkan elpiji dengan harga optimum tanpa membebani anggaran pemerintah. Caranya? Pertamina adalah kunci! Pertamina yang di dukung pekerja-pekerja handal, harus lebih serius dan professional cari cara agar bisa tampil maksimal. Kalau pertamina sudah tampil ok, menaikan harga sudah bukan masalah lagi, Pertamina pun bisa meraih laba tinggi dan  Indonesia pun Jaya. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline