Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Ibu Teladan (1): Spiritualitas Ibu Teladan

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kapankah saatnya kita menjadi ibu ? Secara biologis, kita menjadi ibu tatkala telah memiliki anak. Mau tidak mau, kita akan disebut sebagai ibu oleh anak kita. Namun apakah kita telah benar-benar “menjadi ibu” dalam pengertian yang lebih hakiki ? Menjadi ibu yang bisa mencurahkan cinta, kasih dan sayang kepada anak-anak, yang bisa memberikan contoh keteladanan kepada anak-anak, yang bisa membimbing dan mengarahkan anak-anak menuju surga ?

Tidak cukup berbekal keinginan dan naluri semata-mata untuk bisa menjadi ibu teladan. Diperlukan sejumlah usaha spiritual, intelektual, moral dan manajerial, agar kita layak menjadi ibu teladan. Berikut ini akan kita bahas secara ringkas beberapa aktivitas yang akan menghantarkan kita menjadi ibu teladan dalam kehidupan keluarga.


Spiritualitas Ibu Teladan

Ibu Teladan selalu memenuhi kegiatan keseharian dengan spiritualitas yang tinggi. Kondisi spiritualitas (ruhaniyah) ini akan menjadi landasan dalam membentuk keluarga yang harmonis, serta menjadi pondasi yang kokoh dalam mendidik anak-anak.

1.Melingkupi suasana rumah tangga dengan spiritual

Ini yang disebut sebagai spiritual parenting, yaitu selalu berusaha melingkupi rumah dengan suasana spiritual. Di antaranya adalah dengan pelaksanaan ibadah, perilaku ibu yang positif, penampilan, kata-kata, dan sikap ibu yang religius. Bahkan pilihan kisah, lagu, juga hiburan dalam keluarga yang mendekatkan kepada arahan Tuhan serta jauh dari unsur keburukan dan kemaksiatan. Itu akan membuat semua anggota keluarga terwarnai dengan suasana spiritual.

Sebagaimana diketahui, pendidikan dan pembinaan pertama kali bermula dari rumah. Oleh karena itu, sebagai ibu yang harus mengelola kehidupan rumah tangga, harus mampu memberikan nuansa spiritual yang memadai. Apalagi di tengah kehidupan modern yang sangat kering dan gersang dari nilai-nilai religius, sentuhan spiritual di dalam kehidupan rumah tangga harus semakin dikuatkan.

Ibu memiliki peran yang sangat sentral dalam memberikan sentuhan kehidupan, karena anak sejak sebelum lahir sudah bersama dengan ibu, setelah lahir juga tetap menempel di dada ibu. Maka para ibu harus memiliki upaya yang optimal untuk mendapatkan kehidupan spiritual yang baik, agar bisa mewarnai suasana rumah tangga dengan sentuhan spiritual.

2.Mencetak generasi dengan sentuhan spiritual

Ibu adalah pelahir generasi. Jika para ibu memiliki kesadaran spiritual yang baik, maka akan mengalirlah nilai-nilai kebaikan ini sejak proses pembentukan janin, hingga saat dilahirkan dan dididik dalam masa pertumbuhan. Walau ada banyak teori yang menyarankan para ibu mendengarkan musik klasik tertentu saat hamil, jangan menghabiskan waktu hanya untuk mendengarkan musik itu.

Saat ibu sedang hamil, berikan sentuhan spiritual yang kuat. Di antaranya adalah dengan pendekatan diri kepada Tuhan, membaca kitab suci, mengaji, berdzikir, berdoa dan aktivitas spiritual lainnya. Inilah yang akan menjadi pondasi spiritualitas kehidupan janin dalam kandungan, yang akan menjadi bekal baginya hingga dewasa kelak.

Mencetak generasi haruslah dilandasi dengan sentuhan spiritual. Hal ini antara lain dilakukan dengan memenuhi etika dan tuntunan agama dalam kegiatan keseharian. Agama telah memberikan bimbingan detail semenjak etika hubungan seksual suami isteri, tuntunan selama kehamilan, hingga tuntunan menyambut kelahiran anak. Setelah anak lahir, agama memberikan tuntunan dalam menunaikan hak anak, memberikan makanan yang halal, pakaian dan tempat tinggal yang halal, mendoakan anak, memberikan pendidikan yang berkualitas, dan lain sebagainya.

Para ibu harus memberikan pendidikan sejak dini kepada anak-anak untuk mengenal Tuhan, mengenal ajaran Tuhan, dan melaksanakan dalam kehidupan keseharian di dalam rumah tangga. Bahkan termasuk pemilihan nama bagi anak, jangan hanya asal keren atau meniru nama artis beken. Nama harus memiliki makna kebaikan, karena nama adalah sekaligus doa pengharapan.



-bersambung-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline