Persoalan kenakalan anak, pelajar dan remaja di negeri ini semakin mengkhawatirkan bahkan bisa dibilang brutal. Cara berkelahi sudah mirip perang antar kelompok preman saja. Main bacok pakai senjata tajam bahkan tega hingga membunuh, padahal mereka masih satu darah sebagai anak Nusantara.
Pada tahun 2024 ini terasa sekali semakin masif perilaku anti sosial dan melawan hukum dari kelompok kelompok geng motor yang beranggotakan remaja-pelajar di berbagai kota di Indonesia. Ini sungguh anomali yang menyedihkan, ketika di negara negara barat semua pelajar dan remajanya begitu bersemangat dan disiplin untuk belajar dan mengembangkan minat dan talentanya di sekolah, klub olahraga dan komunitas kreatif baik seni maupun sosial, sementara di negeri ini pelajar dan remajanya sibuk main motor, merokok dan ngopi serta begadang hingga malam hari.
Banyak hal yang yang bisa dianalis sebagai faktor faktor penyebab berubahnya pola pikir dan perilaku pelajar dan remaja kita hingga begitu mudah tergalang dengan faham faham kekerasan dan hedonisme. Beberapa fakta yang mengkonfirmasi analisa tersebut adalah lemahnya disiplin, dan kurangnya motivasi serta semangat anak untuk belajar, berolahara dan juga untuk mengembangkan talentanya.
Ruang ruang perpustakaan mayoritas kosong dari pelajar, tempat tempat pelatihan olahraga seperti lapangan sepakbola, voli dan gedung olahraga lebih sering sepi dari kehadiran para pelajar dan remaja. Nampaknya para remaja-pelajar SLTP dan SLTA itu lebih memilih untuk nongkrong di tepi jalan dan tempat tempat untuk ngopi. Seandainya mereka rehat untuk ngopi setelah lelah belajar dan ikut kegiatan eskul itu bagus lah. Lha ini ngopi dan nongkrong untuk kumpul kumpul sebagai anak geng motor atau kelompok kelompok anti sosial.
Kondisi pola perilaku pelajar yang negatif dan menimbulkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan bagi keselamatan para pelajar itu sendiri, harus direspon dengan cerdas dan bijak. Perlu ada kebijakan yang tegas dan cerdas dari pemerintah melalui kordinasi dan sinergi dati Kementerian, Polri dan Lembaga Negara yang terkait untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan dan anti sosial oleh kelompok pelajar atau remaja.
Berpijak pada pengalaman selama terlibat dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dengan kasus kekerasan dan senjata tajam (tawuran anatar geng motor), ada beberapa pihak atau profesi yang harus proaktif untuk mengambil peran sebagai tim utama dalam penanganan perilaku menyimpang atau anti sosial pelajar atau remaja. Profesi tersebut adalah Pendidik(Guru), Polisi, Pekerja Sosial, Psikolog,Pembimbing Kemasyarakatan dan Pengusaha. Selain 6 profesi tersebut, sebenarnya ada juga pihak pihak yang bisa mendukung penanganan kenakalan dan kekerasan anak, seperti relawan atau aktivis dari lembaga lembaga karitas bidang anak.
Untuk lebih memudahkan dalam menjelaskan peran dan kontribusi masing masing pihak, kita gunakan istilah sinergi dan kolaborasi 6 P dalam penanganan kenakalan anak-remaja.
P yang pertama adalah pendidik (Guru).
Kalangan pendidik atau sekolah bisa dikatakan sebagai aktor utama untuk memberikan pendidikan dan pencerahan pada para pelajar agar mampu disiplin dalam belajar dan aktif mengikuti kegiatan ekstra kuliker sebagai upaya menemukan dan mengembangkan talenta anak. Memastikan agar para pelajar benar benar merasa antusias dan bersemangat dalam mengembangkan pengetahuan dan bakatnya.
Model pendidikan di negeri negeri Skandinavia mungkin bisa dimodifikasi, diadaptasi maupun dikreasi kembali agar bisa diterapkan sesuai keadaan sosial budaya serta ekonomi keluarga- masyarakat di Indonesia. Bagaimana semua anak merasa diberikan dukungan dan fasilitas untuk bisa akti dan antusias menikmati proses belajar dan latihan agar bisa meraih prestasi terbaik sesuai versi masing masing. Bisa menjadi juara di bidang sains, olaharaga, seni maupun bidang keagamaan.
Ketika anak sudah terbentuk budaya disiplin dan antusias untuk belajar dan mengembangkan talentanya, maka tak ada lagi anak anak sekolah yang keluyuran dan bolos sekolah sambil merokok, minum minuman keras dan kebut kebutan di jalan raya.
P yang kedua adalaha Polisi.
Peran Polisi yang diharapkan dalam membangun profil dan karakter pelajar yang hebat adalah melaksanakan pembinaan disiplin, kesadaran hukum dan rasa persatuan sesama anak bangsa Indonesia. Pak Polisi harus sering hadir ke sekolah untuk membangun komunikasi dan keakraban dengan para pelaajar sambil menanamkan rasa nasionalisme dan rasa persatuan diantara para pelajar, baik yang satu sekolah maupun yang beda sekolah.
Polisi juga harus secara intens melakukan pemantauan kondisi lingkungan di sekitar sekolah dan juga di tempat yang bisa digunakan sebagai tempat kongkow para pelajar di jam jam sekolah. Dalam hal deteksi dini permasalahan penyimpangan perilaku atau perilaku anti sosial dari pelajar, Polisi bisa menggunakan patroli siber di group group media sosial yang bisa digunakan sebagai alat provokasi dan ujaran kebencian antar kelompok pelajar-remaja. Pihak Sekolah bisa juga berkordinasi dengan Polisi untuk memberikan informasi informasi penting yang terkait dengan indikasi peyimpangan perilaku siswa sebagai bahan penyusunan program deteksi dini maupun pencegahan bagi terjadinya tindak pidana atau perilaku destruktif dari siswa.
P yang ketiga adalah Pembimbing Kemasyarakatan
Pembimbing Kemasyarakatan (PK) adalah sebuah nama jabatan fungsional tertentu yang bekerja di kantor Balai Pemasyarakatan (Bapas) sehingga masuk rumpun pekerjaan sebagai penegak hukum. PK memiliki beberapa tugas strategis terkait dengan upaya penanganan anak yang melakukam kejahatan atau tindak pidana. Misalnya membuat laporan penelitian kemasyarakatan yang didalamnya ada rekomendasi kepada para penegak hukum tentang putusan atau vonis yang tepat diberikan kepada anak. Kemudian melaksanankan pendampingan anak yang menjadi tersangka saat pemeriksaan di penyidik, pelaksanaan diversi atau restorative justice dan juga apabila lanjut sampai persidangan.