Aktivitas perdagangan dalam ekonomi politik global pada saat ini cenderung beralih pada persaingan pasar bebas sehingga setiap negara akan terjebak dalam slogan Open Market. Dengan begitu perlu bagi setiap negara untuk menyesuaikan diri terhadap aturan ini.
Negara seolah diwajibkan untuk membuka pasar domestik mereka selebar-lebarnya bagi produk-produk ekspor negara lain. melihat hal ini setiap negara perlu mengambil langkah dan membentuk strategi dalam mencegah adanya kemungkinan produk asing yang menguasai pasar domestik dan merosotnya minat masyarakat terhadap produk lokal.
Bagi setiap negara pastinya tujuan dari perdagangan internasional mereka adalah mengusahakan adanya nilai impor yang semakin kecil dan nilai ekspor yang semakin besar. Namun untuk mewujudkan hal yang demikian bukanlah sesuatu yang mudah, untuk itu setiap negara mengusahakan diri untuk bertahan dalam perdagangan internasional. Sebagaimana yang diterapkan indonesia yang mencoba untuk memproteksi jalannya alur perdagangan internasionalnya.
Proteksionisme yang diterapkan Indonesia ini berupa pengetatan dan pembatasan produk-produk yang masuk ke Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No.18 tahun 2012 tentang pangan yang menyebutkan bahwa negara berkewajiban untuk mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan serta pemenuhan konsumsi pangan baik pada tingkat nasional maupun daerah-daerah di Indonesia. Kebijakan yang diterapkan Indonesia ini bertujuan untuk menunjukan bahwa Indonesia bisa mengatur kedaulatan, kemandirian dan juga ketahanan pangannya sendiri seperti yang diamanatkan UU tersebut.
Proteksonisme ini dilakukan demi melindungi industri dalam negeri dengan mendorong ketahanan pangan khususnya hortikultura. Pemerintah Indonesia terus mengupayakan untuk mencapai kemandirian atas produk dalam negeri secara bertahap dan lebih baik. Langkah Indonesia dalam mewujudkan kemandiran ini diantaranya melalui kebijakan yang membatasi ruang gerak program impor hortikultura dari luar negeri yaitu mengenai peraturan Menteri Pertanian yang terdapat pada nomor 15 dan 16 tahun 2012. Kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan sementara impor 13 jenis hortikultura dan daging sapi dimulai pada januari 2013.
Produk impor memang cenderung menawarkan harga yang lebih murah dengan kualitas yang lebih baik sehingga produk lokal akan kesulitan dalam menyeimbangi harga dan kualitas yang lebih baik. Ditambah dengan jumlah permintaan produk impor lebih besar dibandingkan produk lokal sehingga negara kehilangan kekuatannya dalam menjaga kulitas produk lokal serta kekuatan dimata persaingan perdagangan internasional.
Sebagaimana pada awalnya impor daging sapi ini hanya di maksudkan untuk mendukung dan menyambung kebutuhan daging sapi di Indonesia yang terus meningkat atau mencengah terjadinya pengurasan terhadap ketersediaan sumberdaya domestik. Namun seiring berjalannya waktu kini jutru jumlah produk daging sapi impor memiliki potensi untuk menganggu usaha pelaku agribisnis sapi potong lokal.
Salah satu alasan mengapa pemerintah Indonesia bersikeras untuk membatasi impor daging sapinya ini adalah untuk melindungi penghasilan para peternak sapi lokal dan juga menekan angka harga daging sapi lokal sehingga masih dapat terjangkau oleh konsumen. Pembatasan ini dikatakan perlu untuk memastikan daging sapi lokal dapat mendominasi pasar sehingga menguntungkan bagi para peternak lokal. Sebelumnya beberapa tahun yang lalu sebelum diberlakukannya kebijakan pembatasan impor ini.
Nilai impor diindonesia mencapai puncaknya pada tahun 2011 dimana Indonesia masuk dalam 10 besar pasar ekspor daging sapi asal Amerika Serikat dengan total 17.847 metrik ton (mt) senilai dengan $ 28,2 juta. Tetapi ekspor menurun secara dramatis semenjak kebijakan itu diberlakukan pada tahun 2012 (1.646 mt senilai $ 8,5 juta) sebelum rebound ke tingkat tertentu pada tahun 2013 dan 2014.
Hingga Mei tahun 2015, ekspor ke Indonesia hanya mencapai 624 mt senilai $ 6,7 juta. Usaha Indonesia untuk meningkatkan industri daging sapinya dengan memberlakukan kuota ketat tehadap impor daging sapi dan sapi hidup pada tahun 2012. Pembatasan ini berlaku tidak hanya untuk Amerika Serikat, tetapi juga untuk pemasok daging sapi lainnya. Atas kebijakan ini membuat harga daging sapi di Indonesia kian meroket.
Namun penerapan kebijakan tersebut bukanlah perkara mudah karena dampak dari kebijakan tersebut memunculkan konflik baru yang pada akhirnya peraturan ini merugikan pihak lain. Tercatat Amerika Serikat sebagai mitra dagang sapi Indonesia itu mendapat kerugian atas kebijakan Indonesia sehingga dengan demikian pada akhirnya Amerika Serikat memutuskan untuk melakukan negosiasi bilateral dengan Indonesia demi menyelesaikan sengketa ini.