PENUNDAAN PEMILIHAN UMUM 2024 DALAM MAQASHID SYARI'AH
Wacana adanya penundaan pemilihan umum 2024 belakangan ini menjadi topik, banyak perdebatan tentang penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Munculnya isu inipun, mengakibatkan pro dan kontra ditengah masyarakat. Seperti diketahui bahwa agenda Pemilu 2024 sudah terjadwal dan telah sejalan dengan konstitusi karena pada tahun 2024 masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden genap 5 tahun. Artinya jika pemilihan umum 2024 di undur atau ditunda maka secara tidak langsung dapat melanggar konstitusi karena masa jabatan presiden dan wakil presiden akan lebih dari 5 tahun.
Berawal dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang mengusulkan tentang penundaan Pemilu 2024, kemudian usulan ini mendapat dukungan dari Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Partai Golkar, Airlangga Hartarto, yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Usulan tersebut menggunakan narasi tentang pandemi Covid-19 dan pemuliha ekonomi. Akan tetapi usulan tersebut di tentang banyak pihak karena dianggap usulan penundaan pemilu 2024 tersebut tidak berpedoman atau beragumen.
Dalam sejarah demokrasi Indonesia, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden belum pernah terjadi perpanjangan sejak pasca reformasi. Hal ini sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan setelahya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya jika wacana penundaan pemilihan umum 2024 terealisasi maka dapat merusak demokrasi yang sudah di bangun di Indonesia sejak runtuhnya masa Orde Baru.
Penundaan Pemilihan Umum ini pastinya melahirkan permasalahan baru baik dalam sudut pandang hokum ketata negaraan di Indonesia maupun dalam hokum Islam. Apabila dipandang dari persepsi Maqashid Syari'ah isu penundaan pemilihan umum 2024 yang bermuara di perpanjangnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden ini termasuk dalam bagian cakupan Maslahah Mursalah.
Maslahah Mursalah merupakan maslahat (kebaikan) yang di tolak ataupun tidak diterima secara rinci oleh Al-Qur'an maupun Sunnah (Hadits). Sehingga baik dan buruknya atau boleh dan tidak bolehnya tergantung dari maslahat dan mudharat (keburukan) yang akan didapatkan jika penundaan pemilihan umum 2024 dilaksanakan. Secara ekonomi, penundaan pemilihan umum 2024 ini didasarkan oleh anggaran Negara yang telah menipis karena untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Sekilas narasi tersebut sangat bijaksana, namun apabila penundaan pemilu 2024 ini di niatkan karena ingin supaya pemerintahan saat ini kembali berkuasa maka dapat sangat meugikan masyarakat. Apalagi di era kepemipinan saat ini faktanya masih banyak pejabat Negara yang tidak mempunyai hati nurani dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan korupsi, mirisnya aksi korupsi tersebut di lakukan tatkala masyarakat tengah menghadapi krisis social (ekonomi) karena dampak pandemi Covid-19.
Penundaan pemilihan umum 2024 tersebut mesti di pikirkan secara matang-matang atau mantap dan masyarakat juga perlu mencegah serta memantau wacana ini. Memandang wacana ini amatlah memuat banyak kepentingan didalamnya salah satunya akan berdampak berkuasanya kembai kekuasaan absolut pasti korup. Maka dari itu , apabila penundaan pemilihan umum 2024 ini untuk melanggengkan kekuasaan maka hanya akan membuat kemudharatan di dalamnya, sehingga dalam konsepsi Maqashid Syari'ah wacana ini harus ditolak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H