Oleh: Ida Ayu Marina Clara Widiastiti
MenjelangPemilu 2014, politik merupakan hal yang sangat lumrah untuk dibicarakan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang akan memilih di Pemilu 2014 nanti. Walaupun kondisi politik di Indonesia saat ini terlihat kian memburuk, namun mau tak mau Pemilu 2014 tetap akan dilaksanakan. Kondisi politik di Indonesia kian memburuk sejak diberitakannya isu-isu korupsi yang dilakukan oleh sejumlah politisi yang berasal dari berbagai partai politik yang ada di Indonesia, tak terkecuali partai yang membesarkan nama Presiden kita saat ini, yaitu Partai Demokrat. Selain karena banyaknya politikus dari Partai Demokrat yang terjerat kasus korupsi, elektabilitas partai yang berlambang bintang Mercy itu menurun juga dikarenakan oleh kebijakan- kebijakan yang dibuat oleh Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2 yang terlalu banyak menyakiti hati rakyat. Bahkan setelah Partai Demokrat menyetujui untuk menurunkan kembali harga gas elpiji, kesan masyarakat terhadap Partai Demokrat tidak kunjung membaik. Kenaikan harga gas elpiji yang akhirnya diikuti dengan penurunan harga gas elpiji itu dianggap sebagai skenario pencitraan yang dilakukan oleh Partai Demokrat kepada masyarakat. Begitulah pandangan masyarakat saat ini tentang Partai Demokrat yang awalnya dianggap sebagai partai yang elegan dan sangat mengayomi masyarakat. Namun rupanya seiring dengan terkuaknya kasus-kasus yang melibatkan politikus mereka , pandangan baik dari masyarakat pun berubah. Partai Demokrat kini dianggap sebagai partai yang sarat akan kepentingan, partai yang haus akan pencitraan publik, dan partai sarangnya para ‘pencuri’.
Memang benar kata pepatah, membangun gedung setinggi gunung jauh lebih mudah daripada mengubah perspektif negatif yang terlanjur melekat. Perspektif negatif masyarakat terhadap Partai Demokrat memang sangat sulit untuk diperbaiki. Namun, beruntung bagi Partai Demokrat, karena partai-partai lainnya juga memiliki citra yang tak jauh berbeda dengan citra partainya saat ini. Oleh karena itulah, masyarakat menginginkan adanya wajah-wajah baru dalam dunia politik di Indonesia. Dari 12 partai yang ikut dalam Pemilu 2014 nanti, sebagian besar dari mereka masih mencalonkan wajah-wajah lama sebagai Calon Presiden 2014, seperti misalnya Partai Gerindra mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon presiden dari kubu mereka, Partai Amanat Nasional (PAN) yang mencalonkan Hatta Rajasa, dan Partai Hanura yang memilih Wiranto sebagai calon presiden dari kubu mereka. Partai Demokrasi Indonesia (PDI-Perjuangan) lebih memilih untuk menarik Ibu Megawati dan mengusung Jokowi untuk menjadi calon presiden dari kubu mereka. Banyak kontroversi yang terjadi akibat pencalonan Jokowi sebagai Presiden RI 2014. Walaupun banyak masyarakat yang merasa bahwa janji Jokowi untuk Jakarta harus ditepati, namun tak sedikit juga masyarakat yang menilai Indonesia saat ini sangat membutuhkan sosok Jokowi. Kendati demikian, menurut saya keputusan yang diambil oleh Partai Demokrat untuk menyaingi Jokowi sudah tepat. Mereka memilih untuk menetapkan seseorang berwajah baru untuk menjadi Calon Presiden dari Partai Demokrat. Adalah seorang Gita Wirjawan. Pria lulusan Harvard University ini dianggap mampu untuk mengambil hati masyarakat Indonesia. Gita Wirjawan juga dianggap layak untuk diajukan sebagai calon presiden mengingat segudang pengalaman yang ia miliki, seperti bekerja di sebuah bank yang didirikan oleh Marcus Goldman, bekerja di stasiun telekomunikasi di Singapura, menjadi Direktur Utama JP Morgan Indonesia, menjadi Direktur sekaligus pemilik Ancora Capital, perusahaan yang berfokus pada investasi di sektor energi dan sumber daya alam, serta pernah menjabat menjadi Menteri Perdagangan RI. Pengalamannya ketika menjadi menteri perdagangan dianggap mampu untuk menyelesaikan masalah perdagangan bebas yang akan muncul di tahun 2015 nanti. Memang benar, bukanlah pengalaman yang menjadi hal krusial untuk menjadi pejuang nomor satu di negeri ini, namun hal yang sangat kita rindukan adalah kesetiaan mereka untuk mengayomi dan melayani masyarakat. Lalu apa cara yang digunakan oleh Gita Wirjawan agar masyarakat dapat melihat bahwa ia adalah pemimpin yang demikian?
Pencitraan dengan cara ‘blusukan’ adalah salah satu cara yang sangat populer bagi politikus-politkus saat ini agar mereka mendapatkan citra yang baik dari masyarakat. Walaupun budaya ‘blusukan’ dipopulerkan oleh Jokowi, namun, Gita Wirjawan tak merasa malu untuk mengikuti kegiatan yang dipopulerkan oleh mantan walikota Solo tersebut. Menurut berita yang dilansir oleh situs Kompas, Gita Wirjawan telah beberapa kali melakukan blusukan ke sejumlah wilayah, seperti menemui petani-petani yang ada di Bandung, blusukan ke Pasar Kramat Jati Jawa Timur, serta blusukan ke Pasar Klender di Jawa Timur. Menurutnya, walaupun blusukan ini terkesan meng-copy gaya Jokowi, namun ia tidak merasa hal itu patut untuk diributkan, karena tidak ada salahnya meniru perilaku baik yang dilakukan oleh seseorang. Apalagi masyarakat menanggapi dengan baik pemimpin-pemimpin yang rela melakukan blusukan ke daerah-daerah terpencil agar mengetahui kondisi kehidupan mereka, terlepas apakah itu hanya dilakukan sebatas pencitraan maupun tidak.
Walaupun blusukan memang sangat baik untuk dilakukan oleh Gita Wirjawan, namun akan lebih baik lagi apabila Gita Wirjawan memfokuskan blusukannnya bukan hanya sebagai ajang untuk mencari dukungan, tetapi juga untuk mempersiapkan dirinya untuk menjadi presiden nanti. Dengan dukungan yang sangat besar dari Susilo Bambang Yudhoyono dan segenap petinggi Partai Demokrat, maka bukan tidak mungkin Gita Wirjawan akan memenangkan Pilpres 2014.
Sebaiknya, menjelang detik-detik pemilihan presiden, Gita Wirjawan sudah memiliki fokus tujuan yang jelas apabila ia terpilih sebagai presiden hingga tahun 2019, karena pemimpin yang dikenang oleh sejarah bukanlah pemimpin yang bisa melakukan segala hal, namun pemimpin yang mampu membuat perubahan-perubahan besar seperti F.D. Roosevelt yang terus dikenang karena dia melahirkan negara kesejahteraan ala Amerika dan Winston Churchill yang masih ditulis dengan tinta emas karena ia berperan penting dalam membangkitkan semangat perlawanan yang heroik terhadap kekejaman Hitler. Saya tidak berkata Gita Wirjawan harus melakukan revolusi besar-besaran, namun menyarankan agar Gita Wirjawan membuat suatu tujuan dan target yang konkrit/ nyata, jangan membuat tujuan dan target yang tidak realistis atau berharap dapat melakukan segala hal dengan baik, karena selama Indonesia menjadi negara kepulauan, permasalahan-permasalahan akan tetap ada.
Gita Wirjawan sebaiknya juga menarik simpati rakyat dengan membuat hal-hal baru yang tidak terpikirkan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya. Perubahan memang selalu menuai kontroversi, namun apabila ide perubahan itu dianggap sangat spektakuler dan bermanfaat, maka bisa jadi hal tersebut merupakan batu loncatan yang besar untuk memenangkan pemilihan presiden pada tanggal 9 Juli 2014 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H