Mengenakan seragam putih merah, dasi, ikat pinggang, kaos kaki dan sepatu tentu barang yang selalu diimpikan oleh anak seusiaku. Bangun pagi dengan semangat tiap hari berjumpa dengan guru yang pintar dan teman-teman. Itu pasti sangat menyenangkan. Kata adik ku Rina sekolah itu asyik tapi tidak enaknya kalau ada tugas rumah atau PR. Aku semakin penasaran dengan dunia sekolah. Ah, aku membayangkan jadi murid yang manis duduk rapi dikelas.
"Kakak...." " e....iyaa... kaget Rin" Aku terperanjat karena teriakan Rina yang langsung menyambarku. Masih dengan seragam sekolahnya. Rina bila naik kelas tahun ini ia kelas tiga. "ih...kakak kok cantik hari ini. Siapa yang ngepangin rambutnya? Aku mau dong..." Rina paling suka merengek kalau menginginkan sesuatu yang ia suka. "tadi ibu yang ngepangin".
"Ibu dimana kak " "ibu lagi kerumah Bu Nani. Tadi dipanggil. Katanya sih Bu Nani habis jatuh dari sepeda gitu jadi minta dipijatin sama ibu" Rina mengangguk.
"Gimana disekolah tadi belajar apa aja? cerita dong sama kakak"setiap Rina pulang sekolah aku pasti akan bertanya tentang sekolahnya hari itu. Aku akan mendengarkan dengan baik jika dia sedang bercerita.
"Aku ada PR kak. Susah sekali. Coba kalau kakak sekolah juga ya pasti aku minta diajarin sama kakak" aku hanya tersenyum mendengar celotehan adik ku itu. "ganti baju dulu nanti ibu pulang bisa dimarahin lho" "okeee dehhh" suara hentak kakinya keras terdengar menuju kamar.
Sejak kecil aku sudah menderita cacat pada kaki dan tanganku yang diakibatkan ibu kurang asupan gizi saat mengandungku. Namun adik ku Rina memiliki tubuh yang sempurna. Sehingga ia bisa bersekolah, bermain dan bergerak kemanapun ia suka tanpa butuh bantuan siapa pun.
Hari ini Rina dapat PR lagi dari ibu guru Dini.Katanya kali ini lebih sulit.Tentang pembagian dengan jumlah besar.Tapi tadi Rina belajar Bahasa Inggris juga. Gurunya pintar sekali. Good morning itu untuk selamat pagi kalau good evening itu untuk selamat sore.
Setiap usai mendengarkan cerita dari Rina aku pasti menuliskan kembali cerita itu dibuku tulis ini. Aku belajar menulis dari Rina. Ibu tak pernah mengajarkan ku. Kata ibu jangan aneh-aneh. Mungkin ibu takut aku merengek lagi untuk sekolah. Terakhir aku meminta untuk sekolah saat Rina kelas dua SD. Tapi ibu malah marah dan menangis.
Sejak saat itu aku tak pernah meminta lagi. Ku simpan keinginanku. Ku buang jauh-jauh impianku untuk bisa memakai seragam putih merah itu. Sebagai anak sulung aku harus mengalah pada adik ku yang sempurna. Semua sekolah dengan terbuka akan menerima murid yang memiliki tubuh sempurna. Tidak halnya dengan anak cacat sepertiku. Buku dan pensil ini ibu yang memberikannya. Aku yang meminta untuk menemani ku sehari-hari. Tapi dengan satu syarat aku tidak akan merengek lagi untuk disekolahkan seperti Rina. Aku hanya mengangguk saat itu. Alhasil, ibu memberikan buku ini.
Meski tulisan ku tak serapi Rina tapi aku bisa senang bisa menulis. Ya, walau hanya menulis dan membaca. Aku sering meminjam buku pelajaran dari Rina untuk dibaca. Tapi saat ibu tidak ada dirumah. "Permisi....." terdengar suara perempuan dari luar.Tapi siapa?Kedengarannya masih muda. "Iya...sebentar" "dek.... coba lihat didepan ada siapa" "Iya kak.." rina berlarian menuju sumber suara.
Krekkkk. Suara pintu usang itu terbuka. Mengeluarkan suara yang cukup keras. "Cari siapa?" kalimat Rina yang polos jelas terdengar saja dari bilik kamarku. Rumah yang terbuat dari papan dan kamar-kamarnya hanya berdinding triplek akan mudah menguping suara dari luar.