Lihat ke Halaman Asli

eM eN

Melati Naturalis

Kumbang Jalang pada Melati

Diperbarui: 8 Maret 2022   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aw!", jeritku sambil gumpalan daging seksi di bawah hidungku. Masih panas rupanya cappuccino ini. Teman setiaku menghabiskan senja, hampir setiap hari. Aku memang penikmat abadi minuman yang satu ini. Sengaja istana ini kubangun dengan balkon luas di lantai atas untuk menikmati suasana alam pagi hari pun menjelang malam. 

Hal yang paling aku suka di balkon ini adalah berlama-lama memandang sang bagaskara muncul dari peraduannya sambil merasakan sisa-sisa embun yang singgah di kulit wajahku kadang kala menikmati sang surya mulai turun menuju ke peraduannya kembali di ujung senja.

Kubolak-balik halaman sebuah buku kecil berukuran A5 di tanganku, "KUMBANG JALANG PADA MELATI" judul sebuah buku antologi puisi dari seorang teman. Entah sudah berapa kali kubaca isinya, sampai hampir aku hafal di luar kepala setiap goresan penanya. Sebuah puisi yang paling aku suka ada di halaman terakhir, saat si penulis ungkapkan rindu yang begitu tertahan pada pujaan hati.

JALAN RINDU

Setiap nafas yang berembus muncul namamu

Bersama semilir angin menyibakkan rambut yang pernah aku belai

Setiap mata memandang, semua yang terpandang adalah wajahmu

Melambaikan panggilan dalam pelukan erat.. menafikan arti cinta yang bersyarat

Ku hangatkan engkau dengan nyala rindu

Menemani bayanganmu buat hidupku membiru

Setiap ku mendengar, suara yang terdengar adalah burung-burung bersiul

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline