Dalam Dialog Terbuka yang digagas komunitas 'Menangkan Pancasila' Jawa Timur, di Surabaya, Selasa (01/05/2018) kemarin, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menegaskan, perlunya paradigma baru dalam memaknai desa dan dinamikanya.
Hal itu disebabkan, desa bukan tempat orang kalah bersaing. Orang tinggal di desa, lanjut Emil, bukan karena mereka tak mau bersaing. Melainkan, masyarakat mencari suasana gotong royong serta lingkungan yang lebih dekat kepada alam. Sementara itu, kota adalah tempat orang memilih sektor jasa perdagangan. Warga pun memilih berada di titik konsentrasi ekonomi.
Untuk diketahui, paradigma baru perlu diterapkan dalam membangun Jatim, khususnya terkait wilayah kota dan desa. Paradigma ini penting untuk memahami makna dua wilayah tersebut. Bagaimana pun, kota dan desa memiliki karakteristik yang berbeda serta tidak bisa dibandingkan satu sama lainnya. "Dua wilayah ini harus berjalan saling berdampingan," tutur Emil.
Emil pun mengisahkan pengalamannya ngobrol santai kepada generasi muda warga kawasan pegunungan di Trenggalek yang mana sekitar 50 persen masyarakatnya adalah petani.
"Saya tanya siapa yang ingin jadi petani? Ternyata nggak ada yang angkat tangan. Saya tanya lagi, siapa yang tidak bisa sehari tanpa internet? Semua angkat tangan. Intinya jangan lagi kita mengkotak -kotakkan bahwa saudara kita di pedesaan tidak ingin maju," tutur Emil bicara panjang lebar.
Selanjutnya di tempat dan kesempatan yang sama, lanjut Emil, pemimpin publik dan politik yang bisa menjawab tantangan zaman yaitu mereka yang berhasil membangun politik keseimbangan.
"Satu sisi harus berpikir global, hight tech, global agar Jawa Timur sebagai mesin utama Indonesia bergerak lebih kencang. Tapi di saat yang sama, harus bisa memastikan masyarakat yang termarginalkan, tetap mendapatkan keadilan sosialnya," ujarnya
Dengan kata lain, Emil mengajak kebijakan yang diambil tidak murni mendorong liberalisme dan kapitalisme. Namun, di sisi yang berbeda harus juga menjawab tantangan teknologi itu.
"Jatim ke depan butuh infrastruktur yang berdaya saing tinggi, seperti pelabuhan berkapasitas besar, pembangkit listrik, dan jalan tol. Namun, di sisi lain tidak otomatis membawa kesejahteraan kepada saudara-saudara kita di pedesaan. Maka dibutuhkan sistem yang sinergis," terang Emil yang juga Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia tersebut.
Lulusan Universitas New South Wales Australia ini menambahkan saat ini ada kecenderungan melebarnya ketimpangan kota. "Desa diekstraksi dan dieksploitasi sumber daya alamnya (SDA), dicerabut akar-akar sumber daya manusianya (SDM) untuk kota, " ungkapnya.
Bila hal ini dibiarkan, akan terjadi eksodus tenaga muda ke kota. Sedangkan, kota sendiri kewalahan memberikan lapangan kerja. Di sisi yang berbeda, paradigma tentang perusahaan dan dunia usaha sekarang ini juga sudah berubah drastis.