Pembunuhan Orang Paling Menyebalkan Di Muka Bumi
Tahun 2009. Saya mempersiapkan diri menghadapi mimpi lebih besar sebagai produser film. Dan di tahun itu berkenalan dengan karakter paling dibenci laki-laki sedunia, Summer Finn.
Summer adalah perwujudan semua yang diinginkan laki-laki dari seorang perempuan. Ia cantik, cerdas, punya selera musik yang menarik. Tapi di saat bersamaan, Summer juga punya kualitas yang mungkin tak disukai sebagian besar laki-laki. Ia tak percaya dengan cinta dan ia gampang bosan ketika terlibat dalam kisah asmara.
Maka kita semua akan merasa kasihan dengan Tom Hansen dalam film "(500) Days of Summer". Tom adalah gambaran sebagian laki-laki yang mudah bertekuk lutut saat pandangan pertama dan dengan gampangnya dihancurkan hatinya dalam sekejap oleh Summer. Dan melejitlah Summer sebagai karakter yang mungkin dibenci sebagian laki-laki.
Dan setelah 13 tahun, Summer punya lawan tangguh. Perkenalkan John Paul Williams, lebih akrab dipanggil JP. Secara visual, JP adalah pria berperawakan besar, ramah dan sekilas menyayangi istri maupun anak perempuan satu-satunya. Tapi setelah mengenalnya kita akan mengenali karakter aslinya yang manipulatif dan menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. Bahkan untuk sesuatu yang tak penting-penting amat buatnya sebenarnya yang dilakukannya hanya untuk bersenang-senang.
JP adalah karakter paling menjijikkan dalam sejarah serial di layanan streaming saat ini berkat sukses "Bad Sisters" yang diputar di Apple+. Serial yang diadaptasi dari serial asal Belgia berjudul "Clan" ini sukses membetot perhatian dan membuat penasaran mengikuti kisah upaya 4 perempuan bersaudara membunuh saudara ipar laki-laki mereka, JP. Skenario sukses memperlihatkan betapa manipulatif, kejam dan menjijikkannya JP sehingga kita terlibat secara emosional menyaksikan bagaimana segala upaya membunuh JP harus melalui serangkaian kegagalan. Di setiap episode kita diberi alasan yang sangat meyakinkan tentang bagaimana daruratnya melenyapkan orang paling menyebalkan di muka bumi itu.
Sebagai pelaku industri film, saya selalu tertarik melihat bagaimana pendekatan-pendekatan baru diuji coba dalam berbagai judul film/serial/miniseri. Sebagian gagal tapi tak sedikit yang berhasil. Dan kreator semakin berani mencampurkan banyak unsur ke dalam sebuah tontonan yang menjadikannya lebih kaya nuansa, lebih punya lapisan-lapisan yang menarik dikuliti dan terasa relevansinya ke apa yang dialami saat ini. "Bad Sisters" terasa sangat segar karena mencampurbaurkan banyak rasa ke dalam ceritanya. Kita disuguhkan hubungan persahabatan yang hangat dari 5 saudari, kita diperlihatkan hubungan cinta-benci dari karakter yang terjebak dalam pernikahan, kita diajak memasuki hubungan terlarang dari seorang istri dan tentu saja kita diperkenalkan dengan karakter semanipulatif JP.
Dalam kasus "Bad Sisters", kita mungkin pernah bertemu dengan karakter seperti JP. Kita mungkin pernah berkonflik dengannya dan memilih ke pinggir arena. Kita mungkin pernah membiarkannya terus melenggang melakukan apapun yang dia inginkan. Dan Sharon Horgan selaku kreator tahu bahwa kita ingin betul membunuh orang sejenis itu meski kita tahu pasti konsekuensi dari perbuatan itu. Karenanya Sharon seperti bisa membaca pikiran penonton yang gemas betul dengan segala hal yang dilakukan JP dan ikut gemas ketika JP gagal dibunuh berkali-kali. Tak ada alasan untuk tak mengenyahkan JP dan Sharon mengonfirmasi itu dalam setiap episode dan kita diyakinkan bahwa itu adalah tindakan terbaik dengan konsekuensi terburuk.
Secara isi sebenarnya apa yang diutarakan "Bad Sisters" tak jauh berbeda dengan yang diperlihatkan dalam sinetron di layar televisi kita. Namun skenario ditulis dengan pendekatan menarik, sebuah cara memperlihatkan ending terlebih dahulu namun perlahan barulah dikuliti apa yang sesungguhnya terjadi. Skenario juga memberi ruang untuk mengembangkan banyak karakter untuk bersinar dengan caranya masing-masing dan terutama bagaimana episode demi episode dituturkan dengan sangat berhati-hati. Investasi pada skenario, pada karakter yang multidimensional, pada bagaimana membangun semesta cerita dengan sangat meyakinkan, itulah yang tak dipunyai industri sinetron kita. Sejumlah cerita di sinetron punya potensi untuk bersinar seperti "Bad Sisters" namun karena dikembangkan secara terburu-buru tanpa memahami segala akar masalah yang perlu dijaga betul dalam setiap episode membuat sinetron kita bahkan mundur beberapa langkah dibanding satu dekade sebelumnya.