Lihat ke Halaman Asli

Istriku Lumpuh Selamanya

Diperbarui: 14 September 2016   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada masa itu, seorang pemuda gagah sedang berjalan jalan di area kebun. Saat itu juga perutnya mulai protes. Rasa lapar pun hadir. Dia merasa tidak kuat lagi untuk menahan rasa lapar yang dahsyat. Dia berjalan di sekeliling pohon apel. Kebetulan daerah itu bukan tempat asalnya karena setiap hari dia hobi mencari ilmu dari satu tempat ke tempat lain, sekali pun harus berjalan kaki.

Dia tidak berani mengambil apel apel yang tampak matang. Tapi dia melihat sebuah apel yang cukup matang terjatuh. Dia berpikir bahwa tidak masalah mengambilnya lagi pula Cuma satu. Lebih lagi, kalau dibiarkan apel juga membusuk. Dalam pikirannya, apel itu tidak begitu penting bagi pemiliknya.

Dia pun mengambilnya, lalu memakannya. Tidak sampai separo, tubuhnya bergetar hebat. Rasa bersalah muncul. Dia merasa sangat berdosa. Air matanya meleleh seketika. Dia terus beristighfar. Tapi batinnya semakin kencang rasa bersalah.

“ Tidak mungkin hanya sekedar minta ampun. Masalahnya ini berhubungan dengan orang lain. Maka harus meminta maaf pada pemilik kebun ini.”

Dia pun menunggu di sana sejenak, barangkali pemilik kebun itu mengunjungi kebunnya. Tapi waktu demi waktu tidak kunjung datang pemiliknya. Sehingga seseorang datang menuju dekat kebun itu. Pemuda itu bertanya tentang pemilik kebun apel itu. 

“ Oh rumahnya sangat jauh dan jauh dari sini, Dik. Dia juga sangat sangat jarang di sini. Kalau adik ingin ke sana, sebaiknya jangan deh. Karena sangat jauh. Jalannya memang lurus, tapi jaraknya sangat jauh. Kakimu bisa bengkak. Belum lagi melewati siang dan malam. Pokoknya jangan ke sana dik.”

Mendapat titik temu pemuda itu tersenyum lebar. Walaupun ketidaknyamanan terdengar dari orang itu, setidaknya dia tahu rumah dan pemilik kebun itu. Dia pun sangat sangat berterima kasih atas info dari orang lewat tadi.

Tidak peduli kerasnya jalan dan alam, melewati siang malam, rasa lelah dan letih, dia terus berjalan kaki menuju tempat pemilik kebun itu. Karena baginya, bertemu dan meminta maaf pada pemilik kebun itu menjadi mutlak disbanding kemurkaan Tuhan karena ketidakredhoan hamba dengan hamba lain. 

Dengan susah payah, dia bertemu pemilik kebun itu. Pemilik kebun itu seketika mengiba melihat kondisi pemuda itu yang lusuh, yang seolah tidak merawat fisiknya. Bahkan dia sampai tidak tega melihat pemuda itu terlalu lama. Bukan disebabkan bentuk fisik, melainkan keadaan pemuda itu yang dipenuhi kemalangan.

“ Saya datang ke sini untuk meminta maaf karena saya mengambil yang bukan hak saya padahal Anda pemiliknya.”

Pemilik kebun itu sangat terkejut mendengar ucapan pemuda itu. Dia tersenyum dan erkata tegas,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline