Joker, film yang baru saja keluar pada tanggal 2 Oktober 2019 menuai berbagai macam kontroversi dikarenakan oleh adegan-adegan kekerasan yang ditayangkan di film tersebut.
Film ini menceritakan sebuah origin story salah satu dari supervillain dari komik superhero "Batman".
Selain itu, di sutradarai oleh Todd Phillips dan menceritakan tentang Arthur Fleck (Joaquin Phoenix), seorang komedian gagal yang mengidap penyakit Pseudobulbar - sebuah kelainan dimana pengidap penyakit ini tidak bisa mengontrol ketawanya - menghadapi abuse dari orang-orang di sekitarnya, dan perlahan-lahan ia pun terjerumus ke dalam depresi yang dalam dan akhirnya tidak dapat mengontrol amarahnya.
Lalu apa kontroversinya?
Banyak yang mengatakan bahwa adegan yang ditampilkan terlalu keras dan membuat orang-orang merasa tidak nyaman, sampai-sampai beberapa dari mereka memilih untuk keluar dari teater bioskop.
Menurut Daily Mail, meskipun film Joker berhasil memecahkan record Box Office di hari perdana penayangan, tidak semua orang menikmati film ini. Salah satu penonton mengungkapkan ketidaksukaannya dalam satu twit nya:
'secara harafiah baru saja keluar dari pemutaran film Joker. Terlalu mengerikan untuk berada di sana dengan semua yang terjadi saat film ini mengagungkan kekerasan senjata dan masalah kesehatan mental'
Namun melihat dari perspektif yang berbeda, apakah film Joker menayangkan adegan kekerasan yang berlebihan?
Satu poin utama yang perlu kita ingat adalah, film Joker ini mendapatkan rating 'Dewasa / Mature'. Rating ini secara idealnya membatasi umur yang dapat menikmati film ini.
Namun terlepas dari rating yang telah ditetapkan, teater bioskop belum mengimplementasikan batasan ini secara efektif, dikarenakan oleh masih ditemukannya penonton-penonton dibawah umur yang menonton film Joker ini.
Mungkin asumsinya adalah orang tua / anak yang ingin menonton ini tahu bahwa karakter Joker adalah karakter yang ditemukan dalam komik Batman, dan mengira bahwa film ini dapat ditonton oleh anak-anak.