Lihat ke Halaman Asli

Menyongsong Climate Change Conference 2009 (7-18 Dec 2009)

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak terasa, lusa adalah hari pertama Climate Change Conference 2009 di Kopenhagen. Konferensi selama 2 minggu ini memang unik dan menjadi pusat perhatian. Bukan saja oleh pengamat lingkungan, tapi juga bagi lingkungan industri, pemerintahan, institusi keuangan, aktivis lingkungan, dan NGO lainnya. Bahkan sering jadi obrolan santai di warung kopi. Banyak pro-kontra seputar konferensi ini. Banyak juga yang bertanya, apa pengaruhnya bagi kehidupan sehari-hari kita? Kok pada kasak-kusuk? Kenapa Presiden Nasheed dan menteri-menterinya bela-belain menandatangani dokumen dengan menyelam 6 m di Pantai Girifushi, Maladewa? Kenapa juga President Obama sibuk mengajukan usul UU baru untuk lingkungan? Kenapa Yvo de Boer (Kepala Perundingan Belanda untuk Konferensi Kopenhagen ini) tidak percaya bahwa konferensi ini tidak membawa hasil maksimal? Dan apa pendapat pemimpin kita mendekati perundingan ini?

Indonesia seperti negara Asia lainnya sangat bergantung terhadap keputusan politik yang dibuat oleh negara-negara adidaya. Hal ini termasuk masalah lingkungan hidup, yang notabene juga mempengaruhi perkenonomian nasional nantinya secara tak langsung. Bayangkan Indonesia yang selama ini telah memulai transaksi karbon kredit (i.e. CER) ke negara-negara Non-Annex I dan akhirnya tidak dapat lagi mendapatkan kesempatan ini? Bayangkan bila proyek-proyek CDM asing yang disubsidi (e.g. WorldBank, ADB, FMO, USAID, etc.) terpaksa tidak dilanjutkan lagi, karena motor utamanya yaitu transaksi karbon kredit tidak ada lagi? Walau di lain sisi, kita juga bisa melihat ketidak adilan dari pengaruh sistem transaksi karbon kredit ini sendiri. Kita juga bisa melihat bahwa Indonesia (dan negara Asia lainnya) yang rentan terhadap pengaruh pemanasan global, hanya menjadi pengikut dan belum menjadi pelaku utama.

Banyak yang berharap bahwa perundingan Kopenhagen ini dapat menjadi kelanjutan dari Kyoto Protokol. Malah banyak pula yang berharap harusnya lebih baik dari Kyoto Protokol, dan dapat menyentuh langsung masalah lingkungan itu sendiri. Namun banyak pula yang pesimis bahwa nantinya malah hanya lebih menguntungkan negara-negara tertentu saja. Maladewa, sebagai salah satu negara yang akan tenggelam dengan pemanasan global, sangat mengharapkan bahwa keputusan konferensi ini betul-betul berdampak langsung kepada lingkungan. Transaksi karbon kredit mungkin tidak akan membawa dampak langsung terhadap lingkungan. Malah akan membuat negara-negara industri bersantai-santai tidak menekan emisinya.

Mari kita berharap bahwa perundingan Kopenhagen ini (COP 15) dapat memperkecil gap antara negara kaya dan miskin. Mari kita berharap bahwa ke 192 negara (dan sekitar 15,000 peserta) di perundingan ini betul-betul ingin memperjuangkan lingkungan kita. Apa pun keputusan konferensi ini, kita sebagai orang awam harus tetap konsekuen dengan tujuan utama kita: ramah terhadap lingkungan demi anak cucu kita!

Mari kita mulai dari sekarang! Mari kita mulai memisahkan sampah kita! Mari kita lebih hemat listrik! MARI HIDUP HIJAU!

Klik di sini untuk berita resmi tentang konferensi ini!

[Source: berbagai sumber]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline