Stempelisasi politik para kuasa otoritas.
Oleh; ichsan ibnu hajar
Dari Artikel-artikel yang beredar dan pada masa berkedudukanya belanda di hindia-belanda, pemerintahan kerajaan katolik ratu wihelmina II banyak sekali mengeluarkan Bahasa-bahasa atau istilah baru yang mungkin pada masanya adalah sebuah kata-kata yang asing,seperti; pembangkang, pemberontak dan beberapa kata yang distigmakan negative walaupun tanpa melalui diskursus menguak arti dan makna sebenarnya kata-kata tsb.
Begitupula pada masa kemerdekaan, rezim soekarno selaku presiden atau kekuasaan tertinggi pada masanya juga mempunyai stempel politik terhadap lawan politiknya, bergulirrya kekuasaan soekarno dan peralihan jabatan presiden kepada soeharto pun, strategi stempelisasi politik masih berlanglang buana di kancah per-politikan Indonesia.
Pada masa tempo pemerintahan soeharto, begitu banyaknya peristiwa yang terjadi dan dialami oleh rakyat pada masa kekuasaan nya. Uniknya, setiap rezim yang berkuasa selalu mempunyai stempelisasi politik pada orang-orang yang bersebrangan dengan paham yang mereka anut, sebagaimana kita ketahui stempelisasi masa soeharto yang pada trenya begitu ditakuti di lebelkan orang yang bergelar subversive.
Setiap rezim-rezim membawa stempel tersebut demi mengkukuhkan hegemoni mereka dikursi empuk istana, istilah tersebut setiap waktu selalu menjadi hantu yang menakutkan bagi rakyat yang mekritisi perbuatan-perbuatan bejad yang dilakukan pada masa-masanya.
Habis subversife terbilah radikalisme, radikalisme mulanya hanyamenjadi istilah para intelek yang beragument secara mendasar, namun seiring berjalanya waktu istilah yang bersifat netral tersebut terbawa stigma negative yang memunculkan intrik bahwa radikalisme adalah sesuatu yang paling menakutkan pada masa ini.
Namun cacatnya, pihak otoritas tidak pernah berani mengambil sikap, mendeskripkan secara gambling mengenai apa maksud daripada paham radikalisme yang menjadi hal yang paling dipentingkan melebihi merenovasi kerangka demokrasi yang telah rapuh.
Secara historis, kata radikalisme pernah disematkan pada orang-orang yang bangsa ini anggap pahlawan oleh para imperlialis belanda pada masa lampau, sebagaimana kita tahu, soekarno, hatta, tjokroaminoto, sampai pangeran diponegoro diberikan stempel politik secara paksa dan distigmakan sebagai pengacau negara pada masa kedudukan penjajahan belanda.
Lalu apa yang mendasari para pahlawan tersebut di anggap berbahaya bagi belanda sampai mengeluarkan propaganda yang jauh daripada kenyataanya ? apakah seorang soekarno dianggap berbahaya karna menginginkan dihapusnya sistem penjajahan di muka bumi ?