Lihat ke Halaman Asli

Rating dalam Pemberitaan Ratu Atut

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penangkapan ketua MK, Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sangat membuat kita sebagai masyarakat Indonesia terkejut. Bagaimana mungkin seorang ketua dari suatu lembaga pengadilan tingkat teratas dapat tersandung kasus yang sangat memalukan ini. Berkembangnya kasus ini pun merembet dan membawa beberapa orang lainnya yang ikut terlibat dalam kasus Akil ini. Satu nama yang menjadi perhatian, khususnya bagi warga Banten adalah, Tubagus Chairy Wardana (Wawan), yang tidak lain adalah adik kandung Gubernur Banten, Ratu Atut Choisiyah. Semakin hari pemberitaan terhadap Atut pun semakin ramai dibicarakan. Sampai pada akhirnya KPK memanggil Atut untuk menjadi saksi atas kasus yang sedang menimpa adik kandungnya itu. Semua stasiun TV menjadikan ini adalah berita utama setiap harinya semenjak nama suami dari Airin Rachmi Diany terangkat ke media, nama Ratu Atut pun juga terangkat.

Tak hanya pemberitaan di televisi, kasus ini pun diangkat di media cetak seperti koran dan majalah, dan bahkan menjadi topik yang berulang-ulang diberitakan di media online. Misalnya saja di televisi. Stasiun TV berita seperti TV One maupun Metro TV berulang kali mengangkat kasus ini, bahkan ketika masih hangat ke permukaan, mulai dari acara talkshow pagi sampe berita malam, menyangkut kabar terbaru dari kasus orang nomor 1 di Banten ini. Hal ini dimungkinkan dilakukan oleh media-media tersebut karena orang atau masyarakat umum ingin mengetahui kelanjutan kasus yang menimpa putri dari TB Chasan Sochib tersebut. Apalagi masyarakat Banten, yang sudah sangat ingin dinasti Ratu Atut ini dijatuhkan dengan terkuaknya kasus ini.

Rating acara adalah persentase penonton program TV tertentu terhadap populasi pada saat tertentu. Rating tidak mengukur kualitas, melainkan kuantitas keluar-masuk penonton dengan unit waktu tertentu. Unit waktu terkecil adalah 1 menit. Sebagai contoh, jika populasi televisi 10.000, dan pada satu menit penayangan sebuah acaraRCTIdisaksikan 2000 orang, sedangkan pada saat yang sama acara yang dipancarkanSCTVdanIndosiar ditonton oleh 1000 orang, maka rating masing-masing 20 peratus (RCTI), 10 peratus (SCTV), dan 10 peratus (Indosiar). Angka rating dapat dipengaruhi oleh durasi program, program tandingan, kualitas penerimaan siaran, serta penonton yang ada. Keberadaan penonton bisa disebabkan oleh jadual tayang, waktu-waktu insidental, dan pola kebiasaan penonton di daerah tertentu. Adapun porsi khalayak (audience share) adalah persentase penonton program TV tertentu terhadap keseluruhan penonton pada saat tertentu. Dengan begitu, jika jumlah orang yang menyalakan televisi saat itu adalah 4000, porsi khalayaknya adalah 50 peratus (RCTI), 25 peratus (SCTV), dan 25 peratus (Indosiar) menurut M. Jaiz dalam http://emjaiz.wordpress.com/2009/10/08/rating-share-dan-kepuasan-khalayak/. Memang berita mengenai Atut ini pasti akan banyak peminatnya, maka dari itu semua media juga tidak bosan-bosan memberitakannya. Tidak hanya kasus yang sedang dikaitkan dengannya, kehidupan pribadinya pun mulai diberitakan di berbagai media. Keluarga-keluarganya yang mengisi pos-pos penting di pemerintahan Banten pun tidak luput dari pemberitaan. Namun rating dalam komunikasi massa seperti ini juga pasti ada batasannya, dan hal yang membatasi ini disebut gatekeepers. Gatekeepers dapat berupa seseorang atau satu kelompok yang dilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari sumber kepada penerima. Fungsi utama gatekeeper adalah menyaring pesan yang diterima seseorang. Gatekeeper membatasi pesan yang diterima komunikan. Editor surat kabar, majalah, penerbitan juga dapat disebut gatekeepers. Seorang gatekeepers dapat memilih, mengubah, bahkan menolak pesan yang disampaikan kepada penerima.

Sebuah berita yang memang menjadi daya tarik bagi masyarakat kebanyakan memang sebuah lumbung uang bagi sebuah media. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan standar sebuah media. Namun harus diperhatikan juga kredibilitas berita yang disajikan, karena kebanyakan media online yang memberitakan kasus ini tidak selalu hal yang benar-benar mendalam. Mereka hanya mengangkat isu-isu yang baru naik ke permukaan. Alangkah lebih baiknya jika berita seperti ini ditunggu hingga kasusnya jelas. Media seperti tidak memiliki berita lain untuk diberitakan ketika kasus Atut menjadi pembicaraan. Berita-berita lainnya seolah dikemas secara biasa saja. Padahal, berita-berita lain itu juga dibutuhkan oleh pembaca media, tidak melulu soal Ratu Atut. Menurut saya, sebuah media bisa menjadikan berita mengenai Atut ini menjadi headline, namun tetap memperhatikan berita yang lainnya. Sementara menunggu kepastian dan hasil dari KPK mengenai status hukum yang akan diberikan kepada Atut, tetaplah memberitakan kasus-kasus lain seperti biasa. Jangan sampai kasus yang lain itu terabaikan dan hilang hanya untuk sebuah kasus dari Provinsi Banten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline