Lihat ke Halaman Asli

Nenek Moyangku Seorang Pelaut, Sekarang sedang Dibajak (bukan PARADOKS)

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1303718080699859814

Sudah tertera dalam sejarah tentang hebatnya para pelaut Indonesia, mereka mampu mengarungi samudera terbesar di dunia yaitu samudera Pasifik dan samudera Hindia hanya dengan berbekal seadanya menembus ombak mengarungi lautan. Hidup di atas laut berpayung awan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dengan gagah berani. Sampai sekarang pun pelaut-pelaut Indonesia masih menunjukkan giginya untuk menantang derunya ombak samudera bahkan daerah rawan bajak laut pun siap untuk “disinggahi”. Kasus kapal MV Sinar Kudus yang akhirnya dibajak di teluk Aden laut Arab oleh pembajak Somalia adalah berita yang menarik untuk dibicarakan. Kapal Sinar Kudus dibajak sejak tanggal 16 Maret 2011 sampai sekarang ada 20 ABK Indonesia yang masih tertawan dan belum dibebaskan. Saya hanya mencoba mewakili hati seorang isteri atau keluarga dari ABK yang sekarang sedang ditawan. Sebenarnya sejauh mana sih peran pemerintah Indonesia melindungi warganya, kesan lambat dalam menyingkapi kasus ini dapat terlihat. Bagaimana berlarut-larutnya tindakan untuk membebaskan para ABK apakah dengan cara operasi militer atau negoisasai. Yang pada akhirnya lebih dipilih negoisasi demi keselamatan para awak kapal. Bagaimana dengan harga diri bangsa begitu mudahkah kita “didikte” oleh para perompak ? Sebagai orang awam buat apa prajurit latihan terus menghamburkan peluru dan biaya, begitu ada “wahana” untuk menerapkan hasil latihan malah menghindar. Negoisasinya pun berkesan “tidak punya uang” untuk menebusnya. Kalau saya jadi bajak lautnya cuma bisa bicara “nyesel deh ngebajak kapal laut Indonesia kalau tahu begini, banyak nawarnya (emangnya belanja di pasar)”. Bagaimana hati keluarga ABK ketika katanya negoisasi sudah disepakati tapi baru akhir Juni proses pembebasannya, seperti itu yang dijelaskan oleh PT. Samudera Indonesia. Jaman sudah modern dengan teknologi sudah maju mengapa begitu lama proses pembebasannya, bukankah bila uang tebusan sudah adamudah untuk proses mekanisasi pembebasannya. Mengapa berkesan pemerintah Indonesia merasa ini adalah urusan internal antara perusahaan kapal yaitu PT. Samudera Indonesia dengan perompaknya, tidakkah pemerintah memberikan talangan dana demi menyelamatkan warganya. Terbayangkah bagaimana seorang isteri gundah gulana menunggu kabar yang tak pasti sekaligus harap-harap cemas tentang kondisi suami. Belum lagi anak yang merengek menanyakan papanya, entah apa yang harus diucapkan. Sepertinya isteri-isteri ABK ini “dipaksa” menjadi single parents. Hampir sebulan lebih tertawan bukanlah hal yang menyenagkan bagi para awak kapal Sinar Kudus, secara psikis pastilah tertekan dan belum lagi sandang pangan yang seadanya. Adakah terlintas rasa itu bagi para instansi terkait atau rasa itu ada tertutup dengan birokrasi yang terkenal “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah”. Pengharapan dan cucuran air mata sudah ditumpahkan oleh keluarga ABK sambil menunggu kabar baik dari suami dan anak tercinta di sana. Kabar terakhir para awak kapal Sinar Kudus dalam kondisi sehat dan selalu shalat berjamaah bersama perompak Somalia yang menyanderanya. Hmm ……. indahnya suasana antara bajak laut dan para sanderanya. Entahlah doa apa yang dicurahkan para bajak laut kepada-Nya …………..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline