Pernahkah kamu menghabiskan banyak waktu untuk stalking, mengirim pesan, menelepon, memantau media socialnya ataupun membayangkan semua hal-hal indah bersama dia?
Dia yang dimata kamu, dipikiran kamu, diangan-angan kamu adalah seseorang yang sangat sempurna, dia memenuhi semua kriteria yang selama ini kamu cari, dia pintar, menarik, kehidupan sosialnya luas, kalian juga mempunyai hobi dan minat yang sama.
Suatu saat kamu tersadar, selama ini kamu yang terus menerus mengirim pesan untuk sekedar mengingatkan makan atau mengucapkan selamat pagi, menyukai semua postingan media socialnya, membaca semua status, menerka-nerka mengapa dia menulis status tersebut, mencoba menyukai lagu yang dia dengar, mencari tahu hobi dan minatnya, mencoba mengenal teman-temannya, tetapi, dia tidak pernah melakukan hal yang sama.
Kalian berdua sudah cukup intens berinteraksi di soial media, dia membalas mentionmu, menyukai dan menanggapi komentar kamu, ataupun sekedar memberi ucapan terima kasih.
Kamu merasa ada sebuah kedekatan diantara kalian.
Kamu berusaha untuk selalu ada untuk dia.
Berkali-kali kamu mengecek handphone, menunggu dia membalas pesan atau berharap dia sekedar menyukai postinganmu di media social.
Dan pada akhirnya, harapaan tinggalah harapan, apa yang kamu harapkan tidak pernah menjadi kenyataan, sebanyak apapun kamu mencoba menarik perhatiannya.
Pikiranmu kacau, hati kamu gundah, kamu terus bertanya-tanya, apa yang salah dengan kamu?
Kamu menarik, pintar, baik, dan kamu punya sederet hal menarik dan positif lainnya.
Itulah yang dinamakan emotionally invested, kamu berinvestasi emosi, perasaan, waktu, tenaga, pikiran untuk membuat orang yang kamu suka tertarik, berharap timbul sebuah harapan (yang sebenarnya hanyalah sebuah delusional) menyebabkan kamu menjadi orang yang mudah geer saat dia membalas pesan, dan galau jika dia hanya membaca isi pesan.