Sudah anda membuka sosial media (sosmed) Facebook, Instagram, dan Twitter? Begitu banyak "jamaah" menggunakan foto profil pria berkopiah bertuliskan TGB, akronim dari Tuan Guru Bajang (TGB) HM Zainul Majdi. Gubernur dua periode NTB. Secara bergiliran menuliskan, TGB untuk Indonesia atau TGB 2019.
Bagi yang berpikir positif, masifnya dukungan di sosmed, bukti kalau TGB dikenal luas oleh publik. Anggap saja jamaah fesbukiyah melek politik. Tidak bagi yang negatif, dukungan sosmed dianggap buzzer atau robot. Yaaaah. Biasa lah, kalau urusan politik "gak nyinyir gak asyik".
Sebagai pecinta obrolan warung kopi, tentu saya begitu menikmati moment ini. Asyik lah. Rupa demokrasi negeri kian berwarna. Kalau ada nama lain semisal Rizal Ramli, Muhaimin Iskandar, atau Mahfud MD, itu kan nama-nama yang sudah terlalu familiar. Kurang menarik di warung kopi, karena media sudah sering menceritakan.
Selidik punya selidik, akibat masifnya dorongan TGB, sosok dari provinsi hanya dengan penduduk sekitar lima juta jiwa, terus dicari orang. Pengguna sosmed itu bukan hanya dari NTB. Banyak dari Aceh, Medan, Lampung, Jabodetabek, Surabaya, Jogjakarta, Solo, Kalimantan, Sumatera, hingga Papua.
Berapa hari lalu usai Rapimnas Partai Demokrat, akun partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kebanjiran komentar. Di Facebook, baik akun resmi partai, maupun milik SBY banjir komentar yang intinya satu, Partai Demokrat harus berani mempromosikan TGB. Belakangan malah di akun resmi SBY menghapus postingan yang dibanjiri kata-kata tentang TGB. Padahal di postingan itu ada juga yg isinya mendorong Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) maju di Pilpres 2019.
Sebentar dulu, sedikit intermezo, pagi ini Kamis (15/3), Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus Mantan Ketua MK Prof Mahfud MD tiba-tiba membalas mention dari jamaah twitter yang mendorong TGB maju di Pilpres 2019. Dari akun pribadi menuliskan, @mohmahfudmd Saya setuju juga TGB menjadi salah seorang cawapres.
Beliau teman saya yang saleh, fathonah. dan amanah. Ayo dorong TGB, biar banyak alternatif yang muncul dari luar mainstream, biar demokrasi kita lebih maju lagi. Dan komentar ini jelas bukan buzzer atau pasukan bayaran. Prof Mahfud MD boleh jadi bukan tokoh yang melihat TGB dengan kacamata kuda. Lurus tanpa tolah-toleh dengan sekitar. Bisa jadi, kabar referensi soal TGB begitu matang.
Cerita TGB beranjangsana, silaturahmi, atau sowan ke kiai sepuh NU dipastikan menyebar cepat. Dari obrolan warkop, di Jawa Timur sejumlah kiai khos seperti KH Sholeh Qosim, KH Agoes Ali Masyhuri (Sidoarjo), KH Sholahuddin Wahid maupun KH Rofii Baedowi (Madura). Ada pula KH Hasib Wahab Hasbullah, KH Irfan Sholeh Abdul Hamid, Nyai Hj Mahfudhoh Wahab Hasbullah.
Belum lagi dari Jawa Tengah ada kiai sepuh H Maimoen Zubair, H Dimyati Rois. Belum di Jawa Barat, Jogjakarta, Sumatera, Aceh, dan masih banyak lagi. Ini belum menghitung kiai-kiai sepuh lintas ormas. Dan jangan lupa kiai lintas generasi alumni Universitas Al Azhar, Mesir.
Secara kultural memang antara Nahdlatul Wathan, organisasi masyarakat yang didirikan kakek TGB yaitu TGKH Zainuddin Abdul Madjid memiliki corak yang sama dengan NU. Tak mengherankan bila secara adab dan tata cara, TGB begitu memahami. Simpul-simpul diurai begitu rendah hati.Menempatkan diri sebagai penimba ilmu. Atau menempatkan diri sebagai sesama pendidik umat. Begitu pula di ormas lain seperti Muhammadiyah, Persis dan banyak lagi. Tak ada pertentangan. Menempatkan diri sesuai keilmuannya. Ulama yang tenang dan meneduhkan umat.
TGB Itu Figur Langka