Sebagai negara berkembang, Indonesia selalu mengupayakan pengembangan ilmu pengetahuan untuk mendorong cita cita bangsa yakni Indonesia emas 2045. Sebagaimana diatur dalam pasal 34 ayat 4 No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Indonesia yakni kebijakan wajib belajar. Gencarnya kebijakan mengenai wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah nyatanya berbanding terbalik dengan penyediaan fasilitas belajar yang memadai baik dalam segi bangunan maupun fasilitas penunjang seperti buku bacaan dan atau kurikulum yang diterapkan.
" Kami tidak bisa menyangkal jika memang pendidikan merupakan pintu gerbang untuk merubah nasib dan kehidupan agar menjadi lebih baik. Namun, saat ini fasilitas pendidikan masih sangat kurang,terlalu jauh berbicara tentang gedung dan bangunan, sekelas buku bacaan dan buku ajar masih sangat minim terutama di desa desa terpencil seperti pelosok sulawesi salah satunya di daerah Liangkabori. Bukan hanya itu kurikulum yang selalu berubah juga menjadikan kita bertanya-tanya bagaimana efektivitas dan esensi sebuah pendidikan jika belum usai satu kurikulum untuk diajarkan, tiba-tiba muncul arahan untuk digantikan. Jika di ibaratkan kita dipaksa untuk berlari saat jalan pun masih tertatih" tutur mahasiswa jurusan teknik Universitas Halu Oleo ketika ditanyai keresahan tentang dunia pendidikan saat ini.
Sebagain besar mereka menyayangkan ketika kebijakan wajib belajar ini tidak terimplementasi hingga keseluruh wilayah di Indonesia, mereka tidak menentang dan menghakimi kebijakan tersebut, mereka bahkan merespon dan mendukung kebijakan ini. Hanya saja berbicara tentang implementasi pemerintah harus bekerja lebih keras. "sejujurnya kami bangga dengan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah terkait regulasi pendidikan, karena kami percaya tujuan dari regulasi ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa seagaimana termuat dalam UUD 1945, namun memang pemerintah harus lebih keras lagi dalam menindaklanjuti kebijakan ini, baik dalam fasilitas maupun dinamika sosial. Jikalau bisa seluruh perangkat penjunjang pembelajaran itu memang harus permanen terutama kurikulum jangan terombang ambing yang menjadikannya ambigu dan selalu diganti layaknya birokrasi. Bukan berarti kita adalah negara demokrasi maka sistem pendidikannya juga demikian". Ucap mahasiswa lainnya.
Kata ambigu yang dimaksud adalah perubahan kurikulum yang begitu cepat, mereka berpendapat bahwa belajarpun memerlukan proses yang namanya adaptasi, penyesuaian kurikulum baru dengan polapikir dan kinerja otak, ketika otak belum sempurna menangkap ilmu tersebut dan tiba tiba pergantian kurikulum baru, tentu ini menjadi masalah untuk sebagian besar pelajar, karena kapasitas dari otak setiap orang berbeda-beda.
Seolah kecewa dengan polemik pendidikan di Indonesia sekelompok pemuda menyampaikan keluh kesah mereka saat diwawancarai, sebagian dari mereka juga mengapresiasi upaya pemerintah dalam mendorong pendidikan agar semakin berkembang " Jujur saya sangat merasa terbantu dengan program-program yang diberikan pemerintah untuk menguatkan tekad dan ambisi masyarakat untuk terus belajar apalagi untuk mereka yang kurang mampu, harapannya memang sistem kita selalu dikembangkan dan tepat sasaran. Harapannya seluruh pihak bertanggung jawab dapat memberikan kontribusi sesuai dengan kewajiban mereka dan tidak menjadi pemain untuk meraup keuntungan dan merugikan masyarakat" ucap mahasiswa lainnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H