Lihat ke Halaman Asli

Dialog tentang Deradikalisasi

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_94171" align="alignleft" width="300" caption="dialog ICDW-CRCS di Pesantren Daarul Uluum Bogor. (ki-ka : kyai nasrudin, prof. mark woodward, ali amin, MT, rizal, PS. foto: ochem)"] [/caption]

Radikalisme, sesungguhnya, muncul sebagai ekses dari ketidakadilan yang begitu kentara terlihat di masyarakat, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, dan lain sebagainya. Radikalisme tidak akan dapat dibasmi oleh tindakan-tindakan refresif. Sebarkanlah pemerataan dan keadilan. Dengan itu, radikalisme tidak akan memiliki lahan subur untuk berkembang.

Demikian sebagian pokok pikiran yang disampaikan oleh Kyai Nasrudin Latif, Pembina Utama Indonesian Center for Deradicalisation and Wisdom (ICDW) Daarul Uluum, Bogor, dalam kesempatan menyambut kunjungan Professor Dr. Mark Woodward dan Ali Amin, peneliti dari CRCS-UGM (Center for Religious and Cross-cultural Studies) Yogyakarta. Mark Woodward adalah seorang Guru Besar di Arizona State University, Amerika Serikat, yang kini menjadi dosen tamu di Universitas Gajah Mada.

Dalam dialog pada kunjungan tersebut, Kyai Nasrudin menegaskan pula bahwa radikalisme tidak memiliki dalil-dalil pembenar dalam ajaran Islam. Islam disebarkan oleh Rasulullah dalam bingkai kesantunan, bukan dengan cara kekerasan. Radikalime yang saat ini tumbuh di bumi Indonesia hanyalah sebuah akibat. Memburu, menangkap, memenjarakan, atau bahkan menembak mati kaum radikal tidak akan mampu menghapuskan ide-ide radikalisme selama faktor-faktor pemicunya masih ada. Satu orang teroris dibunuh, malah akan menjadi momentum lahirnya sepuluh teroris baru.

"Lihat saja, Imam Samudera itu malah menjadi pahlawan di hadapan istri dan anak-anaknya, juga di hadapan mereka yang diam-diam mengaguminya" ingat pria yang lebih akrab disapa Kyai Kampung itu.

Kesan bahwa pesantren adalah tempat bersemayamnya benih-benih radikalisme sangatlah menyesatkan. Melalui ICDW, Daarul Uluum berusaha menunjukkan bahwa pesantren justru memiliki potensi di mana benih-benih radikalime dapat dihilangkan sedini mungkin. ICDW berusaha terlibat aktif dalam mengikis akar-akar radikalisme dengan cara dan pendekatan yang sama sekali berbeda.

"Daarul Uluum, misalnya, selalu mendidik para santrinya untuk memiliki kepribadian dan sikap hidup yang jelas, mandiri, namun tetap toleran dengan perbedaan dan keanekaragaman," tegasnya.

"Mereka yang memiliki kecenderungan radikal kami dekati dan, pada waktunya, kami  bukakan bahwa medan jihad itu sangatlah luas. Jihad tidaklah identik dengan perang. Menjadikan diri kita sebagai orang-orang produktif di dan bermanfaat bagi masyarakat adalah bagian dari jihad. Bukankah rasulullah sendiri menegaskan bahwa jihad yang paling berat adalah berperang melawan diri sendiri? Dan, satu lagi, Nabi sendiri menegaskan bahwa manusia terbaik itu adalah mereka yang paling banyak menebarkan manfaat bagi orang-orang di sekitarnya", urainya.

Kehadiran dua orang tamu dari CRCS-UGM pada 4-5 Maret 2010, dalam rangka penelitian tentang program deradikalisasi yang dilakukan di beberapa negara. Satu kesan yang diungkapkan oleh Profesor Mark Woodward, "Pemerintah di beberapa negara melakukan program deradikalisasi secara represif. Justru saya tertarik dengan program ICDW yang melakukan program deradikalisasi secara persuasif dan tanpa tendensi menjadikannya sebagai proyek mendulang dana."




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline