Lihat ke Halaman Asli

Kenapa ICDW Melakukan Deradikalisasi?

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_94199" align="alignleft" width="122" caption="Ust. Fauzy Ba'ats, kepala program advokasi ICDW"][/caption] Dalam diskusi dengan dua orang tamu yang mengaku aktifis MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) sayap moderat dari Solo, pada 28 Februari 2010 di sekretariat Indonesian Center for Deradicalization and Wisdom (ICDW), Fauzy Ba'ats, yang mengepalai program Dialog dan Advokasi, menjawab beberapa pertanyaan. Adakah tokoh yang menginspirasi dibentuknya ICDW? ICDW bisa dianggap sebagai warisan dari sikap politik orang tua kami, yang telah membangun pesantren ini. Beliau, KH. Elon Syudja'i adalah seorang yang pernah mengalami fase radikal dalam setengah masa hidupnya. Zaman semakin bergerak dan beliau mengalami perubahan mindset dan sikap yang lebih bijak dalam menyelesaikan masalah politik maupun kesejahteraan masyarakat. Namun, bukan berarti perubahan sikap tersebut memutuskan hubungan beliau dengan kalangan underground. Satu lagi yang paling penting, perubahan sikapnya tak pernah beliau manfaatkan untuk mendapatkan fasilitas dan "kasih sayang politik" dari Pemerintah Indonesia. Bagaimana dengan ICDW sekarang, apakah mendapatkan sokongan dari Pemerintah? Tidak pernah! Kami yakin pemerintah punya cara sendiri dalam menyikapi radikalisme. Andapun sudah tahu bagaimana cara mereka. Tentunya cara kami berbeda. Kenapa dan bagaimana bisa berbeda? Kami pernah terlibat dalam gerakan radikal, jadi kami mengerti psikologi teman-teman kami yang radikal itu. Bagaimana caranya, sulit dijabarkan. Kami adalah orang-orang yang bergerak secara natural, tidak dengan rekayasa apalagi dengan cara paksaan dan ancaman. Bisa lebih detail? Simpel saja, mereka yang tak mengenal kalangan radikal, biasanya cenderung memojokkan bahkan menghujat. Kami tidak seperti itu. Kami melakukan pendekatan dari hati ke hati dan memandang mereka bukan sebagai orang yang selalu dalam posisi bersalah. Kenapa mereka dianggap tak selalu bersalah, jelas-jelas mereka meresahkan masyarakat?! Mereka punya alasan yang mesti kita mengerti. Sebenarnya mereka tidak meresahkan masyarakat. Mereka cuma meresahkan pemerintah. Belum lagi alasan ideologis. Namun kalau kita mau coba mengerti, sebenarnya pemicu utamanya adalah masalah keadilan, kesejahteraan, dan moralitas yang menurut mereka kurang diperhatikan oleh pemerintah. Coba anda perhatikan teman-teman di FPI misalnya, mereka paling kritis terhadap kebobrokan moral di negeri ini. Apakah lantas kita harus menyalahkan mereka? Sebenarnya sudah berapa lama sih ICDW bergerak? Sejak generasi pertama (KH. Elon Sudja'i), generasi kedua (Orang tua), Pesantren Daarul Uluum memiliki sikap seperti yang saat ini kami labelkan dengan ICDW. Baru pada generasi kami, resminya pada November 2009, nama ICDW kami angkat untuk memisahkan kegiatan ini dengan kegiatan utama Pesantren. Kenapa harus dipisahkan? Pesantren adalah hidup mati kami dalam menjamin pendidikan bagi generasi muda. Sedangkan ICDW fokus pada mereka yang sudah dewasa, yang bukan lagi dalam usia belajar secara akademik. Dulu, ketika belum kami pisahkan, antara tua dan muda berbaur di pesantren ini. Kami pikir, agar anak-anak didik kami clear dari persoalan yang belum pantas mereka ketahui, maka kami pisahkanlah mereka. Program apa saja yang dilakukan ICDW saat ini? Jika dikategorikan, ada tiga program besar. Anda bisa melihatnya di website ICDW. Namun kami paparkan singkat saja, 1. Riset dan Penerbitan, 2. Dialog dan Advokasi, 3. Beasiswa (Scholarships). Ketiganya kami jalankan mengalir saja sebagaimana selama ini berjalan. Beasiswa? Siapa yang diberi beasiswa, mantan aktifis gerakan radikal? Bukan. Yang kami beri pendidikan gratis di Pesantren kami adalah anak-anak mantan aktifis, yang berstatus dhu'afa, yatim, maupun yatim piatu. Kami punya harapan besar bahwa anak-anak mereka menjadi generasi penerus bangsa, yang memiliki kapabilitas ilmu pengetahuan dan moralitas agama. Minimal, anak-anak itu tak "terjebak" hidup dalam dunia amarah, seperti yang pernah dilakukan orang tuanya. Wah, pemerintah saja tak menjamin anak-anak mereka? Masa sih, ICDW mampu membiayai anak-anak mereka? Dari mana dananya? Itulah. Kami tak bilang bahwa kami mampu. Tapi kami serius dalam mencari biaya untuk hidup dan pendidikan anak-anak itu. Anda bisa lihat sendiri kelemahan kami secara finansial. Namun kami yakin, setiap amal baik yang dilakukan dengan ketulusan, pasti mendapatkan jaminan dari Tuhan. Entah bagaimana caranya, itu cara Tuhan. Tokh, kadang-kadang ada saja orang yang tiba-tiba datang mau memberikan sumbangan untuk pendidikan, atau sekedar memberikan makanan. Seperti itulah yang selama ini kami jalani. Kenapa tak minta bantuan pemerintah atau pihak swasta? Dulu kami pernah mencari donasi kemana-mana. Memang ada yang memberi, tapi tidak sedikit juga yang sekedar memanfaatkan kami untuk memenuhi kepentingannya sendiri. Seperti "calo" begitulah. Bahkan ada juga yang memberikan janji-janji muluk, tapi tak pernah ada buktinya. Jadi untuk soal donasi, kami simpel saja : kalau memang mau memberi, datang saja ke sini, lihat sendiri bagaimana hidup kami, lihat sendiri bagaimana anak-anak yang menjadi tanggung jawab kami, lalu berikan saja jika memang benar-benar mau memberi! (MT)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline