Lihat ke Halaman Asli

Teruntuk Sahabat

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Secangkir kopi pernah kita hirup bersama

Sebatang rokok pernah kita hisap berdua

Bahkan sekeping hati pernah kita sama-sama cintai

Kau pergi di saat kabut pagi belumlah pudar

Tinggalkan semua mimpi yang kita rangkai bersama

Menaklukkan dunia dengan kepal tinju dan bara semangat kita

Namun kau pergi hanya untuk sebuah harapan semu

Sisakan onggokkan catatanmu tentang idealisme sebuah hidup

Satu kalimat terakhir di awal langkahmu pagi itu

"Berhentilah bermimpi tentang dunia yang kita mau,

karena dunia itu hanya ada dalam negeri khayal !"

Waktu itu, dengan tegas ku jawab bahwa

kau hanyalah pengecut yang tak punya nyali untuk merubah semuanya

Namun kini, setelah sekian waktu berlalu,

tak ada lagi bulat kepal tinjuku

tak ada lagi bara semangat di dadaku

semua lebur tergilas realita

bahwa hidup tak bisa semau kita

Sahabat....

mungkin kau telah sadar begitu awal

sadar bahwa mimpi kita hanya sebatas mimpi

hingga kau kubur semua itu begitu dalam di hidupmu

Sahabat.....

Ku tak tahu kini dimana kau berada

namun kuharap kau mampu mengiringi tarian zaman ini

yang katamu bagaikan tari kuda lumping

dimana  sang penari tak sadari apa yang ia tarikan

tak sadari apa yang ia makan

tak sadari sakit yang ia rasakan

Sahabat...

mungkin tak lama lagi aku pun akan ikut menari

hilangkan semua kesadaran dan mimpi yang kumiliki

membiarkan irama zaman membawaku kesana kemari

karena kini tak ada lagi mimpi

dan ku tak mau lagi bermimpi......




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline