[caption id="attachment_89471" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas Images/ Fikria Hidayat)"][/caption] Sudah lama sekali saya tidak ke terminal Blok M. semrawutnya antrian menuju ke dalam terminal yang mebuat saya malas masuk ke sana. Biasanya jika saya naik metromini No. 71 atau 69 dari rumah ke Blok M pun saya akan turun sebelum terminal dan sebaliknya juga jika pulang dari area Blok M dan sekitarnya saya biasanya naik metromini di luar terminal, biasanya saya naik di belakang Blok M Plaza, karena saya males nunggu metro mini yang sering ngetem di sepanjang melawai. Tapi Sabtu kemarin, saya dan anak perempuan saya naik busway dari kota dan turun di terminal Blok M Juga akhirnya kemudian dilanjutkan naik metromini no 71 ke arah rumah saya. Ngetemnya di terminal tidak lama, selain karena penumpang metromini sudah agak penuh, petugas juga sudah meminta metromini segera keluar dari jalur 5. Ternyata disepanjang jalan melawailah metromini-metromini ini ngetem. Baru saja belok di depan BNI Melawai, metromini langsung langsung tersendat. Saat tersendat itulah para pengamen dengan berbagi ulah bergantian masuk. Dari yang nyanyi sumbang sambil bawa gitar ala kadarnya sampai pengamen tanpa alat musik juga ada. Yang membuat saya ngeri, ketika metromini masih tersendat berjalan dan tepat di depan halte dekat pop bensin (dulu ), naiklah dua orang pemuda dengan tampang dibuat sangar, matanya merah di buat sayu ala Herman Ngantuk atau seperti orang mabok minuman keras,satu orang baca puisi gak jelas dengan nada berteriak-teriak, satu orang lagi ngoceh-ngoceh becerita bahwa mereka mantan narapidana yang sudah tobat dan susah cari kerja. Jadi mereka minta uang ala kadarnya kepada penumpang metromini untuk makan, meminta dengan nada mengancam penumpang supaya memberikan uang kepada mereka, alasanya dari pada saya nyilet tas ibu atau nyopet, nyolong dan masuk penjara lebih baik saya nyilet badan saya sendiri ..lalu sreeeettt...sreeettt..!!! tiba-tiba tangannya di silet-silet menggunakan silet yang di bawanya sambil ditunjukkan ke para penumpang. Segera saya tutup mata anak saya supaya tidak melihat adegan yang sadis itu. Jangankan anak saya, saya sendiri ngeri melihatnya, meskipun saya tidak terlalu yakin silet tajam yang ditunjukkan sama dengan silet yang digunakan untuk menyilet-nyilet tangannya. Dan saya dengan sangat terpaksa lebih merelakan uang seribu rupiah demi keselamatan saya dan anak saya. Mungkin itu juga yang di rasakan ibu-ibu penumpang lainnya yang tak terbiasa melihat adegan itu. Sementara itu,ada bapak-bapak yang tidak mau memberi uang, pengamen sadis itu menakut-nakuti dengan mendekatkan siletnya ke muka bapak-bapak itu. Ada ibu-ibu berkerudung yang tak memberi uang, di hina-hinanya ibu-ibu itu dengan perkataan yang sungguh sangat tidak sopan. Setelah mereka turun, penumpang-penumpang mulai bersuara, saya yakin mereka juga kesal dengan kelakuan dua pemuda tadi,tapi mau bilang apa. Sopir dan kenek juga diam saja entah karena sudah terbiasa atau memang sengaja bekerja sama atau mereka berpikir yang penting penumpang tak terluka. Saya cuma berfikir, kemana petugas kita, mengapa orang-orang seperti itu dibiarkan saja, konon katanya kegiatan silet menyilet ini sudah lama ada meski saya belum pernah membaca ada penumpang metromini luka disilet mereka karena tak memberi uang. Melawai kini tak seindah melawai di tahun 80-an, tempat Mang Harry Mukti dan Om Denny Malik Jalan Jalan Sore.. Saya kapok naik metromini lewat melawai !! .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H