Lihat ke Halaman Asli

Mercy

Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Jogetan Keluarga J yang Disawer Segepok Uang Merah oleh oknum Pengacara

Diperbarui: 6 November 2022   20:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fakta Video Jogetan Keluarga J, usai nangis nangis di Sidang Pengadilan. Sumber : FB 

Sebagai pengacara, saya "amat sangat  teramat luar biasa"  kagum jika ada  Oknum Pengacara mengaku Probono, tetapi malah dia  bayarin klien ongkos pesawat dan akomodasi. Bahkan terakhir,  "tambah hormat luar biasa"  kalau si pengacara ini  mampu saweran segepok duit merah ke klien probono ini. Yang disawer bukan 1 - 2 orang  , belasan  orang; Ada tante, ada ponakan, teteh, aa, adik, kakak, emak, bapak, dan kawan kawan, dan lain lain.   Belum lagi dia yang  bayar lapo (restoran) Batak lengkap live music yang biasanya jutaan rupiah.

Ini kejadian nyata, bukan hoax. Ada saja orang Batak di WAG yang nyinyir mengatakan berita video jogetan Keluarga J itu hoax. Itu tidak hoax,  karena muncul di live streaming Tantenya  Brig J bernama  Rohani Simanjuntak, serta podcast Irma Hutabarat (aktivis yang rajin mendampingi Keluarga Brig J Hutabarat; bahkan sering sekali dijadikan content podcastnya).

Dari video viral tersebut, pertanyaan bagi saya adalah asal muasal segepok duit merah yang disawer si Pengacara? Segitu baik hatinya kah si oknum pengacara ini? Apalagi oknum pengacara ini yang lulusan UKI (bukan UI)  kliennya juga orang-orang biasa, bukan konglomerat seperti Hotman Paris, Hotma Sitompoel, atau Otto Hasibuan, Ketua PERADI (yang berkantor di Grand Slipi) saat ini.

Semoga saya salah. Namun setelah saya riset oknum pengacara ini, minimal dua kali punya klien probono. Dan jelas, karena probono, maka cara pengacara mendapat uang, mungkin, dengan menjual kesedihan keluarga klien.  Jadi  bukan kliennya yang bayar, wong mereka orang miskin. Cara pengacara ini mendapat "bantuan"  dari masyarakat yang bersimpati.   Apalagi kasus Brigadir J yang segitu haru birunya, sehingga banyak yang bersimpati, dan wujudnya duit sumbangan. Yang saya catat, sudah jutaan rupiah diterima Bapaknya  si J sejak kasus mencuat. Kelompok Marga Batak mengundangnya ke Jakarta, dijamu, dikasih hepeng. Apakah si pengacara kecipratan? Mestinya iya sebagai  "sutradara"  yang jualan kesedihan keluarga J ke mana-mana.

Keluarga J Tampil di Sidang dalam kapasitas Apa ?


Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: 

  • keterangan saksi,
  • keterangan ahli,
  • surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.

Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian tindak pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian tindak pidana.

Karena itu, kita sebagai bagian penegak hukum, apalagi Tim Jaksa Penuntut Umum, Tim Pembela Terdawa, dan Hakim Pengadilan mempertanyakan kapasitas belasan keluarga J yang tampil di sidang berkali-kali. Apakah mereka tampil sebagai Saksi Ahli atau Saksi yang ada tempat kejadian?
Kamaruddin Simanjuntak (pengacara), Samuel Hutabarat (ayah Yosua), Rosti Simanjuntak (ibu Yosua), Mahreza Rizky (adik Yosua, polisi yang bertugas di Polda Jambi), Yuni Artika Hutabarat (kakak Yosua), Devianita Hutabarat (adik Yosua), Rohani Simanjuntak (tante Yosua), Roslin Emika Simanjuntak (tante Yosua), Vera Mareta Simanjuntak (kekasih Yosua), dan Sangga Parulian (bibi brigadir Yosua sepupu Rosti ibu almarhum brigadir Yosua).  Lalu dua orang lagi,  Novitasari Nadea, dan Indrawanto Pasaribu.

Justru dua nama terakhir  (yang tidak punya hubungan keluarga) masih masuk akal menjadi saksi. Mereka adalah petugas dari RSUD Sungai Bahar, Dinas Kesehatan Muaro Jambi yang memberikan formalin kepada jenazah J.

Jadi kalau belum layak disebut saksi, mengapa tepatnya 10 orang keluarga J dibiarkan tampil di Pengadilan. Bukankah Pengadilan adalah tempat menyampaikan Fakta yang dilihat atau didengar karena saksi berada di Tempat Kejadian. Pengadilan bukan tempat opini, ruang curhat yang tidak ada nilai Fakta Hukum. Mestinya Hakim menyadari hal itu dan bisa menolak yang bukan Saksi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline