Walaupun sampai saat ini, saya nonpartisipan, dan bukan anggota partai apapun, termasuk PDI Perjuangan (PDIP), tetapi saya mengapresiasi Talkshow Peringatan Hardiknas yang digagas PDIP pada 3 Mei 2021 lalu.
Tak bisa tidak, bicara pendidikan Indonesia secara umum, akan menyentuh dana riset dan teknologi sebagai bagian tidak terpisahkan dari peningkatan kualitas pendidikan. Kebetulan, sebulan ini terjadi gonjang ganjing politik mempertanyakan kapasitas Ketua Umum PDIP menjadi Ketua Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Semestinya Tim Pakar PDIP cepat tanggap dan membuktikan bahwa partainya siap dan serius mengawal kebijakan politik di bidang pendidikan, bidang riset dan inovasi.
Itulah latar belakang mengapa saya yang bukan anggota PDIP menyempatkan diri mendengar materi Talkshow PDIP dengan tema “Pendidikan Era New Normal, Bisalah atau Masalah?”
MASALAH, bukan BISALAH
Jika kita berbicara tentang pendidikan Indonesia, berarti pendidikan yang dinikmati seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia --terutama usia sekolah-- yang katanya hanya mampu melayani 30% jalur pendidikan formal (SD SMP SMA dan Perguruan Tinggi). Sedangkan 70% dilayani jalur pendidikan nonformal. Mulai dari pendidikan Wajib Belajar 12 tahun dan materi pembelajaran selanjutnya melalui berbagai kursus, kursus masak gratis sampai kursus pilot yang berbiaya Rp 1 milyar itu.
Bukti pentingnya pendidikan nonformal adalah Program Kartu Prakerja. Kartu Prakerja dengan targetnya sekian juta pengangguran, jelas hanya mampu dilayani pendidikan nonformal yakni kursus; bukan pendidikan formal di universitas atau perguruan tinggi.
Bagi yang belum tahu, sesuai Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional, upaya mencerdaskan bangsa diwujudkan dalam
- pendidikan formal (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi)
- pendidikan nonformal (kursus, PKBM, dan homeschooling komunitas)
- dan pendidikan informal (pendidikan internal keluarga, homeschooling tunggal)
Dalam konteks pendidikan Wajib Belajar 12 tahun, yang masuk dalam Data Pokok Pendidikan adalah jalur pendidikan formal dan nonformal. Bahwa pendidikan SD SMP SMA adalah SETARA dengan pendidikan nonformal homeschooling komunitas dan Kelompok Belajar Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Seharusnya Pemerintah mendukung penuh terutama pemberdayaan dan dana bagi ratusan lembaga pendidikan nonformal swasta. Pemerintah yang dimaksud mulai dari
- Pemerintah Kabupaten untuk jenjang SD dan SMP
- Pemerintah Provinsi untuk jenjang SMA SMK
- Kemendikbud Ristek melalui semua Direktoran Jenderal
Curhat saja, selama 10 tahun saya mendirikan homeschooling komunitas, dan masuk struktur Kemdikbud sebagai Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM Mercy Smart, perhatian pemerintah sangat terbatas, cocok disebut "anak tiri" pendidikan Indonesia.
Mengapa "Anak Tiri Pendidikan Indonesia" ? Pendidik dan Tenaga Kependidikan Non Formal sama sekali dibiarkan pemerintah berjuang sendiri. Jangankan jadi PNS, kesempatan menjadi PPPK yang terbuka untuk 1 juta orang hanya untuk guru di sekolah formal. Demikian juga dengan Bantuan sosial, yang belum pernah lembaga kami cicipi. Namun yang paling mengherankan, Direktorat Jenderal Pusat Prestasi Nasional Kemendikbud Ristek, setahu saya, tidak pernah memberi fasilitas bagi peserta didik nonformal.
Walaupun demikian, terbukti peserta nonformal, sebutlah peserta didik PKBM Mercy Smart bisa mencetak prestasi tingkat internasional. Antara lain, menjadi Finalis Kompetisi Startup tingkat dunia, She loves Tech di Beijing RRC. Pemenang lomba Hackathon (programming) Microsoft Tempo dan mendapat undangan ke Amerika langsung dari CEO Microsoft Mr. Satya Nadella.