Ribut ribut urusan zonasi penerimaan siswa baru (PPDB) karena sistem zonasi belum reda juga. Di balik semua protes orangtua, kalau boleh jujur, ternyata bukan hanya masalah kualitas, tetapi ada persoalan gengsi. Nah, repot kan, kalau sudah urusan gengsi jadi faktor penentu pendidikan Indonesia.
Latar Belakang
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meyakinkan bahwa tujuan diterapkan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru semata untuk memperbaiki wajah pendidikan di tanah air. Praktik dalam pendidikan selama ini seperti ada kastanisasi.
Siswa dari keluarga yang mampu dan pintar berkumpul dalam satu sekolahan favorit. Sementara siswa dari keluarga kurang mampu dengan kemampuan akademik pas-pasan berkumpul di sekolahan non favorit. Hal ini pasti akan menimbulkan dampak negatif bagi anak didik. Mereka, siswa di sekolah yang dianggap unggul akan merasa menjadi nomor 1 dan lebih unggul dari anak didik di sekolahan lain.
Presiden Ir Joko Widodo sempat memerintahkan Sistem Zonasi dievaluasi. Respon Mendikbud Prof Muhadjir Effendy, sudah direvisi.
Apakah Jokowi bereaksi karena didesak para orangtua, terutama orangtua mampu (baca kaya dan punya jabatan) yang kecewa karena anaknya yang katanya pintar itu tidak bisa masuk sekolah unggulan gara gara sistem zonasi.
Hasil evaluasi versi Mendikbud adalah menambah kuota siswa berprestasi dari luar zonasi. "Evaluasi yang dimaksud Bapak Presiden ya diminta untuk ditinjau bagian-bagian mana yang masih belum ada kesepakatan atau dalam tanda petik kontroversi. Dan salah satunya kan kuota untuk siswa berprestasi dari luar zonasi semula 5 persen, beliau berpesan semoga diperlonggar lah gitu."
"Dan karena itu kita longgarkan dalam bentuk interval antara 5 sampai 15 persen. Untuk daerah-daerah yang pas dengan 5 persen seperti peraturan yang lama, jalan terus. Tapi untuk yang masih belum, sesuai dengan permintaan, saran, dan usul beberapa Pemerintah Daerah yang masih ada masalah itu kemudian kita rapatkan dengan eselon 1 seluruh Kemendikbud dan kita undang juga beberapa Kepala LPMP yang zonasinya masih bermasalah dan kemudian kita putuskan bersama sesuai dengan arahan Presiden supaya dilonggarkan itu maka kita naikkan," lanjut Muhadjir. (Detik.com)
Cara berpikir para orangtua, absurd?
Terus terang, yang bikin masalah ini tambah banyak dan ruwet dalam pendaftaran peserta didik baru di sekolah (formal) dasar dan menengah Indonesia adalah orangtua. Selain opini orangtua yang bikin ruwet, rendahnya kualitas guru jadi catatan penting. Ya, kita semua ternyata yang membuat pendidikan Indonesia yang sudah jelek makin jelek.
Protes masal dari para orangtua karena anaknya tidak diterima di sekolah favorit jadi santapan berita media mainstream maupun sosial media hari-hari ini. Banyak orangtua berteriak, sistem zonasi TIDAK ADIL bagi anak (nya) yang pintar. Anaknya yang telah belajar mati-matian (mungkin termasuk bayar bimbel) untuk dapat nilai tinggi supaya masuk sekolah unggulan. Bahkan para orangtua yang (maaf) sombong itu sadar atau tidak menegaskan bahwa seharusnya anak yang nilainya rendah tidak berhak ada di sekolah unggulan.