Sebentar lagi Presiden baru dan Kabinet baru Indonesia hadir. Biasanya ganti Menteri, khususnya ganti Mendikbud, ganti semua kurikulum, tetapi kualitas pendidik dan outputnya yakni kualitas lulusan Indonesia secara rata-rata tetap memble, menyedihkan, tak mampu bersaing dengan lulusan negara lain.
Mengapa siklus itu terus menerus terjadi dalam lingkaran setan pendidikan Indonesia? Satu sudut pemikiran saya adalah karena keputusan Menteri Pendidikan. Bukan rahasia, karena Menteri itu jabatan politik, sehingga yang dipilih Presiden menjadi pembantunya, para menteri adalah orang politik, bukan orang yang profesional benar-benar menguasai masalah. Dalam hal ini, Menteri Pendidikan jadi monopoli NU atau Muhammadiyah. Padahal jika Presiden konsisten, semestinya tidak boleh begitu, karena pendidikan adalah lintas agama. Jangan campurkan masalah pendidikan dengan yang lain-lain.
Faktor penyebab dan pengganggu untuk meningkatkan kualitas pendidikan memang banyak. Namun, keribetan membenahi pendidikan PAUD, Dasar, dan Menengah di Indonesia bisa juga karena Menterinya --ngaku ataupun tidak-- lebih condong pada kepentingan politis, kepentingan golongan, partainya, kelompoknya, dan seterusnya. Bukan pada kepentingan anak-anak didik dan kualitas pendidikan Indonesia secara umum.
Makanya, dunia pendidikan Indonesia, walaupun diguyur Rp 492,555 Triliun (naik Rp 48,4 Triliun dari 2018) belum terlihat hasil yang signifikan. Kualitas Ujian Nasional 2019 yang katanya berlangsung lancar dan meningkat dibanding 2018, tetap bermasalah. Kualitas STEM pendidikan yang jadi acuan pendidikan internasional, buat mayoritas siswa Indonesia, memprihatinkan.
Satu lagi, walaupun berat diungkap, tetapi kenyataannya, ketidakadilan dan suka-sukanya Pejabat Pemerintah menekan dan membungkam lembaga lembaga pendidikan Pendidikan, demi laporan Asal Bapak Senang.
Problema di atas, pasti sudah dibahas ribuan bahkan jutaan kali oleh pemerhati pendidikan. Namun di tahun 2019 ini, tetap hot untuk kita bahas. Dan andaikan saya --ibu rumah tangga, Ketua Asosiasi Pendidik Homeschooling, lulusan S2 yang peduli pada pendidikan, dan berani berkomitmen untuk mendidik anak-anak saya sendiri-- diberi kesempatan menjadi Menteri Pendidikan Indonesia, ini catatan penting yang pasti saya prioritaskan.
A. Mereformasi peraturan pendidikan
Sudahi kebanyakan rapat-rapat dan berbagai diskusi di hotel hotel mewah cuma untuk menyusun landasan teoritis pelaksanaan pendidikan. Saatnya kerja, kerja, kerja.
Saatnya semua pihak duduk bersama untuk membuat aturan yang tajam dan strategis untuk peningkatan kualitas pendidikan. Di Indonesia, 34 Dinas Pendidikan Propinsi dan Tiga Kementerian menikmati dana APBN pendidikan yang lebih dari Rp 455.000.000.000.000. Namun kok tidak berbanding lurus dengan kualitas guru, kualitas pendidikan, kualitas sarana dan prasarana pendidikan, kualitas perundang-undangan, kualitas pelayanan pendidikan lainnya?
Mengutip Menteri Keuangan Sri Mulyani Sri Mulyani Indrawati mengatakan masalah pendidikan di Indonesia karena banyak institusi yang membuat aturan, baik instansi publik maupun pemerintah. Makanya, tanggung jawab mengenai pendidikan ini harus dilakukan secara kolektif. "Di tingkat pusat saja paling tidak ada tiga kementerian, yakni Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama. Itu semua punya anggaran yang berhubungan dengan pendidikan."
Menteri Keuangan Terbaik se-dunia itu menjelaskan anggaran pendidikan sudah sangat besar. Totalnya mencapai Rp 444 triliun untuk tahun ini. Sekitar 66 persen diantaranya untuk pendidikan di daerah. Alokasi anggaran ini sebagian besar untuk membayar guru, baik gaji maupun tunjangan. "Jadi, tentu saja kualitas guru dan kualitas tunjangannya naik supaya betul-betul mencerminkan kebutuhan mereka untuk bisa memberikan pengajaran yang baik."