Lihat ke Halaman Asli

Tolak Ngantuk dengan Tolak Angin

Diperbarui: 14 Agustus 2018   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com dan product knowledge Tolak Angin

Tidur siang adalah salah satu anugerah terindah dari Allah untuk hambaNya. Setidaknya, sebegitu berharganya nilai tidur siang di mata saya. Di masa kecil, Oma saya mewajibkan saya dan adik untuk tidur siang setiap pukul 14.00 sampai 16.00.

Dari sanalah saya terpaksa tidur siang, terbiasa hingga akhirnya menikmati. Betapa tidak, ketika tubuh sudah lelah setelah seharian beraktivitas dan makan siang, rasanya mata ini bagai ditimbun beban 1 ton. Ngantuk berat! Dan obat terbaiknya, ya.. tidur siang! Hehe..

Zaman gadis dulu, saya pun masih memasukkan agenda tidur siang di tengah jadwal keseharian. Saat masih kuliah, jika tak sempat tidur siang di kosan, saya seringkali menyempatkan tidur di kelas. Sepuluh menit pun cukup untuk membuat mata kembali 'on'. Kemudian, saat masih bekerja di sebuah kantor pusat bank swasta, saya pun seringkali menyempatkan tidur siang di Mushala.

Waktu istirahat yang totalnya satu jam saya bagi menjadi dua bagian: makan siang sambil mengobrol dengan teman kantor dan shalat dilanjut tidur siang. Walaupun hanya sebentar, namun tidur siang singkat bisa mengembalikan tenaga untuk melanjutkan pekerjaan sampai sore (bahkan lembur sampai malam).

(pixabay.com)

Kini, saya menjalani hari-hari saya bukan sebagai mahasiswa yang belajar di dalam kelas atau pekerja di belakang layar komputer dan berkas menggunung. Pekerjaan saya saat ini sangat menyenangkan dan juga sangat berat. Bayangkan saja, bagaimana tak berat jika pekerjaan saya kini membatasi saya untuk... tidur siang!

Mau tahu pekerjaan apa yang kini saya lakoni?

Ibu rumah tangga.

Eits, siapa bilang jadi seorang ibu rumah tangga itu lebih banyak waktu kosong dan bisa beristirahat seenaknya? Kenyataannya, walaupun kini saya jauh lebih bahagia menjalani profesi ini, namun kenyataannya saya harus memikul tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan pegawai kantoran atau direktur sekalipun.

Bayangkan saja, mengasuh dan mendidik seorang anak yang langsung dititipkan oleh Sang Maha Pencipta! Besar sekali bukan tanggung jawab saya (dan ibu-ibu yang lain)?

Saat mata sudah berat dan ingin tidur siang, ibu tetap berusaha membuka mata -walau perih- demi si anak yang energinya seakan tak habis-habis. Memaksa si anak untuk tidur siang? Ah, rasanya saya terlalu malas untuk berdebat dengan si kecil yang hanya berakhir dengan tangisan.

Jika ada orang tua di rumah, saya bisa menitipkan anak sekitar setengah jam agar saya bisa mengisi energi dengan tidur siang. Jika tidak ada orang lain di rumah? Yaaa, mari siapkan korek api untuk menahan mata agar tetap terbuka. Hehe..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline