Lihat ke Halaman Asli

Password Itu adalah Mantra

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kita sering melihat dunia teknologi maju sekarang ini serba otomatis dan tak jarang yang harus memakai kata sandi atau lebih dikenal dengan password dalam mengoperasikannya.

Sebagai contohnya telephone genggam, computer, mobil, mesin-mesin modern dan bahkan pintu rumah sekalipun juga ada yang memakai kata sandi untuk membukanya. Banyak disukai orang karena sistem otomatisnya mempermudahkan mereka untuk mengoperasikannya. Tetapi banyak juga orangyang kadang kesal memakai technology tersebut karena sering lupa kata sandinya, sementara banyak barang-barang dirumahnya memakai kata sandi yang berbeda.

Buat saya pribadi terkadang jengkel dibuatnya, apalagi kata sandinya harus diucapkan bukan diketik.

Sekalipun kita ingat kata sandinya, tetapi belum tentu benar cara pengucapannya.

Dan tak jarang saya harus beberapakali mengucapkannya baru bisa terbuka hanya untuk memakai sebuah handphone. Kalau sudah seperti ini, saya pasti berkeinginan kembali ke teknologi yang lama atau secara manual. Apalagi usia sudah tidak muda lagi, terlalu berat mengingat beberapa kata sandi.

Berbicara tentang kata sandi atau password, pernahkah terlintas di pikiran anda bahwa cara tersebut dilakukan juga oleh leluhur kita jaman dahulu?

Coba diingat kembali tentang cerita-cerita rakyatataupun cerita wewayangan jaman dulu.

Saya teringat sewaktu kecil mengikuti cerita bersambung yang sangat terkenal di radio maupun di televisi berjudul “Brama Kumbara”. Hampir setiap hari saya menyempatkan waktu untuk mengikuti ceritanya karena menarik buat saya. Sebagai contohnyadicerita tersebut ada beberapa tokoh yang membaca mantra untuk masuk ke sebuah gua, ataupun membaca mantra untuk mendapatkan kekuatan.

Ada lagi cerita modern yang terkenal seperti “Putih Salju”,dimana ibu tiri putih salju membaca mantra juga sewaktu berbicara dengan kaca ajaibnya. Ataupun cerita Cinderela yang bertemu dengan ibu perinya.

Teringat kembali seorang teman sewaktu saya masih kecil kira-kira tigapuluh tahun yang lalu. Saya ingat betul setiap kali singgah ke rumahnya, saya selalu berbicara dengan kakeknya yang kebetulan beliau menyukai barang-barang kuno dan suka bercerita tentang dongeng.

Banyak sekali dongeng yang saya dengar dari beliau karena gaya beliau bercerita sangatlah menarik perhatian saya sebagai anak kecil, lucu dan mudah dimengerti.

Suatu hari dia berkata pada saya bahwa kita harus bangga mempunyai begitu banyak kepandaian dan ketrampilan yang dimiliki leluhur kita. Suatu hari nanti kepandaian itu akan digunakan di dunia yang akan kamu alami mendatang. Sejenak saya berpikir waktu itu dan hampir tidak mempercayainya karena saya lihat dunia semakin maju dan tidak mungkin dunia modern akan memakai jurus-jurus persilatan ataupun menggunakan mantra-mantra dalam kehidupannya sehari-hari.

Sekarang ini barulah saya sadar, ternyata selama ini saya salah dalam memikirkannya. Saya terfokus pada mantra yang biasanya berkomat-kamit dalam mengucapkannya. Padahal yang dimaksud kakek tersebut adalah intinya sama walaupun dalam melakukannya berbeda.

Jaman dahulu untuk membuka sebuah gua atau sebuat peti harus berkomat-kamit membaca mantra, jaman sekarang harus mengucapkan kata sandi atau password untuk membuka pintu rumah ataupun membuka sebuah komputer. Intinya sama tetapi caranya berbeda.

Sejak saat itulah setiap kali membuka komputer saya selalu tertawa dan berbicara pada diri saya untuk membaca mantra terlebih dahulu untuk kata sandinya. Password adalah mantra dijaman dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline